Purwakarta — Memasuki hari ke-100 kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati Purwakarta, Saepul Bahri Binzein dan Abang Ijo Hapidin muncul kritik publik yang mulai menggema, salah satunya datang dari Aliansi BEM Purwakarta.
Melalui unggahan di akun Instagram resmi mereka, @aliansibempurwakarta, yang ditandatangani oleh Shela Amelia selaku Koordinator Aliansi BEM Purwakarta, menyampaikan surat terbuka yang mengandung kritik tajam namun elegan kepada dua pemimpin tertinggi di Kabupaten Purwakarta.
Dalam narasi yang mereka tulis, aliansi mahasiswa ini menyatakan bahwa mereka tidak bermaksud untuk menuding secara membabi buta, namun ingin menggugah nurani dan membuka mata para pemegang kuasa agar tidak terbuai oleh euforia kekuasaan.
Mereka menilai bahwa janji-janji politik tentang pendidikan berkualitas dan merata hingga kini belum benar-benar terasa di akar rumput.
“Kami menulis ini bukan untuk menuding, tapi untuk mengingatkan: bahwa janji tentang pendidikan yang berkualitas dan merata belum benar-benar menyentuh akar,” tulis Aliansi BEM Purwakarta dalam unggahan yang diunggah, 31 Mei 2025.
Mahasiswa menyoroti bahwa anggaran pendidikan masih berkutat di level elitis. Kebijakan, kata mereka, masih lebih banyak “hinggap di pusat” dan belum menyentuh pinggiran, yakni masyarakat yang paling membutuhkan.
“Apinya masih jauh dari panggang, anggaran masih bicara elitis, kebijakan masih hinggap di pusat, tapi tak menyentuh pinggiran.” lanjut dalam keterangan tertulis yang disematkan pada unggahan.
Mereka juga menggambarkan sistem birokrasi yang dibangun dengan begitu rapi, namun sayangnya rapi dalam menyisihkan, bukan dalam menyelesaikan masalah. Sistem yang mestinya menjembatani keadilan sosial, justru menjadi penghalang bagi mereka yang paling membutuhkan akses dan perhatian pemerintah.
“Dan sistemnya… duh gustiii… sistem itu kadang justru begitu rapi menyisihkan mereka yang paling membutuhkan.” tambahnya.
Aliansi BEM Purwakarta kemudian menutup keterangan tertulis pada unggahan surat terbukanya dengan satu kalimat sederhana: “Sudah seratus hari pak…”
Unggahan tersebut turut menandai akun Instagram milik Bupati dan Wakil Bupati, yakni @omzein_bupatiaing dan @bangwabup, sebagai bentuk penyampaian langsung dari aspirasi publik.
Surat terbuka ini langsung memicu respons dari publik. Dalam waktu singkat, unggahan tersebut mendapat ratusan suka dan puluhan komentar yang berisi dukungan terhadap isi pesan.
Banyak warganet yang juga mengeluhkan minimnya realisasi kebijakan publik di sektor pendidikan dan pelayanan masyarakat, khususnya bagi masyarakat marginal dan daerah pelosok.
Surat terbuka ini bukan hanya bentuk kekecewaan, tapi juga alarm keras bahwa masyarakat, khususnya generasi muda, tidak tinggal diam terhadap janji politik yang tak ditepati.
Seratus hari adalah waktu yang cukup untuk melihat arah kepemimpinan, meskipun belum cukup untuk menuntut hasil. Namun, bila dalam masa seratus hari saja suara dari pinggiran belum terdengar, maka bisa jadi suara-suara itu memang sengaja diabaikan.
Aliansi BEM Purwakarta menunjukkan bahwa gerakan mahasiswa tetap hidup dan relevan, terlebih saat pengawasan dari masyarakat sipil terhadap pemerintah daerah cenderung melemah. Ini menjadi peringatan bagi Bupati dan Wakil Bupati, bahwa di balik pujian-pujian protokoler dan seremonial, ada kenyataan yang tidak bisa dibungkam: janji harus ditepati, terutama kepada yang paling membutuhkan.***