• Tentang Kami
  • Layanan Iklan
  • Hubungi Kami
Jumat, 24 Oktober 2025
Intiporia
Kirim Artikel
  • Sekilas
  • Tren
    • All
    • Budaya
    • Dunia
    • Film
    • Kampus
    • Lingkungan
    • Lokal
    • Musik
    • Muslim
    • Olahraga
    • Opini
    • Peristiwa
    • Politik
    • Selebritas
    • Teknologi
    • Wisata
    Disinformasi

    Mengatasi Disinformasi: Peran Publik, Media Sosial, dan Pemerintah dalam Menjaga Fakta

    Sumur Bor

    Sidak ke Pabrik, Dedi Mulyadi Kaget Tahu Aqua Ambil Air dari Sumur Bor

    Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berkunjung ke Bank Indonesia

    Bank Indonesia Klarifikasi Isu Dana Rp4,1 Triliun yang Diendapkan oleh Pemprov Jawa Barat

    KAI

    KAI dan PLN Teken Kesepakatan Elektrifikasi Jalur Kereta Api Cikampek-Jawa Timur

    Pendidikan

    Transformasi Pendidikan: Pemerintah Perkenalkan Perangkat Interaktif Digital di Setiap Sekolah

    Denmark Open 2025: Jonatan Keluar Sebagai juara

    Jonatan Christie Juara Denmark Open 2025, Kuasai Angin dan Buktikan Proses Pemulihan Fisik

    Pasar Seni ITB

    Kebangkitan Kembali Tradisi: Pasar Seni ITB 2025 Sedot Lebih dari 200.000 Pengunjung

    Bidage Alun Kiansantang Purwakarta

    Bagian ke-2: Brigade III Kiansantang, Dari Medan Perang ke Nama Sebuah Alun-Alun di Purwakarta

    Bidage Alun Kiansantang Purwakarta

    Dari Dalem Shalawat hingga Alun-Alun Kiansantang: Cikal Bakal Kota Purwakarta

  • Have Fun!
  • Esai
  • Belajar
  • Gaya Hidup
  • Komunitas
No Result
View All Result
Intiporia
  • Sekilas
  • Tren
    • All
    • Budaya
    • Dunia
    • Film
    • Kampus
    • Lingkungan
    • Lokal
    • Musik
    • Muslim
    • Olahraga
    • Opini
    • Peristiwa
    • Politik
    • Selebritas
    • Teknologi
    • Wisata
    Disinformasi

    Mengatasi Disinformasi: Peran Publik, Media Sosial, dan Pemerintah dalam Menjaga Fakta

    Sumur Bor

    Sidak ke Pabrik, Dedi Mulyadi Kaget Tahu Aqua Ambil Air dari Sumur Bor

    Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berkunjung ke Bank Indonesia

    Bank Indonesia Klarifikasi Isu Dana Rp4,1 Triliun yang Diendapkan oleh Pemprov Jawa Barat

    KAI

    KAI dan PLN Teken Kesepakatan Elektrifikasi Jalur Kereta Api Cikampek-Jawa Timur

    Pendidikan

    Transformasi Pendidikan: Pemerintah Perkenalkan Perangkat Interaktif Digital di Setiap Sekolah

    Denmark Open 2025: Jonatan Keluar Sebagai juara

    Jonatan Christie Juara Denmark Open 2025, Kuasai Angin dan Buktikan Proses Pemulihan Fisik

    Pasar Seni ITB

    Kebangkitan Kembali Tradisi: Pasar Seni ITB 2025 Sedot Lebih dari 200.000 Pengunjung

    Bidage Alun Kiansantang Purwakarta

    Bagian ke-2: Brigade III Kiansantang, Dari Medan Perang ke Nama Sebuah Alun-Alun di Purwakarta

    Bidage Alun Kiansantang Purwakarta

    Dari Dalem Shalawat hingga Alun-Alun Kiansantang: Cikal Bakal Kota Purwakarta

  • Have Fun!
  • Esai
  • Belajar
  • Gaya Hidup
  • Komunitas
Intiporia
  • Sekilas
  • Tren
  • Have Fun!
  • Esai
  • Belajar
  • Gaya Hidup
  • Komunitas
Home Esai

Ketika Gotong Royong Tersapu Arus Modernisasi

Menguak Krisis Budaya Saling Bantu di Era Individualisme Digital

Anggraena by Anggraena
23 Juni 2025
in Esai, Budaya
Saling Bantu, Budaya Gotong Royong

Ilustrasi Gambar - Pixabay

Share on WhatsappShare on FacebookShare on Linkedin

Pernahkah Anda merasakan keanehan ketika berniat tulus menawarkan bantuan, namun justru mendapati diri Anda dicurigai atau dipandang aneh? Atau sebaliknya, saat sedang dalam kesulitan dan sangat membutuhkan pertolongan, justru kebingungan mencari siapa yang bisa dihubungi atau dimintai bantuan? Fenomena ini bukan sekadar perasaan sesaat, melainkan gejala nyata dari sebuah pergeseran fundamental dalam struktur sosial kita, di mana budaya saling bantu yang dulu begitu melekat kini terasa semakin pudar dan tergerus zaman.

Dahulu kala, khususnya di lingkungan pedesaan atau komunitas-komunitas kecil, konsep gotong royong bukanlah sekadar istilah, melainkan denyut nadi kehidupan sehari-hari. Ia adalah pondasi yang menopang kehidupan bersama, sebuah kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun.

BACA JUGA

Kebangkitan Kembali Tradisi: Pasar Seni ITB 2025 Sedot Lebih dari 200.000 Pengunjung

Bagian ke-2: Brigade III Kiansantang, Dari Medan Perang ke Nama Sebuah Alun-Alun di Purwakarta

Membantu tetangga mendirikan rumah, beramai-ramai membersihkan lingkungan, saling mengantar hidangan lezat saat ada hajatan atau perayaan, hingga bahu-membahu saat ada yang tertimpa musibah atau duka cita—semua itu adalah potret nyata dari ikatan sosial yang kuat. Hubungan antarwarga terjalin erat layaknya keluarga, di mana setiap individu merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan bersama.

Namun, kini, di tengah gemuruh kota-kota besar yang hiruk-pikuk, kita bisa dengan mudah menemukan orang-orang yang telah tinggal bertahun-tahun di apartemen atau perumahan yang sama, tanpa sedikit pun mengenal atau berinteraksi dengan tetangga sebelah. Jarak fisik memang dekat, namun jarak emosional dan sosial justru membentang luas.

Pergeseran ini tak lepas dari individualisme, sebuah karakteristik menonjol dari zaman modern yang seringkali disalahartikan. Kita tumbuh dan dididik untuk menjadi pribadi yang mandiri, berorientasi pada pencapaian pribadi, dan fokus mengejar kesuksesan material. Filosofi ini, meskipun memiliki nilai positif dalam mendorong inovasi dan kemandirian, seringkali diterjemahkan secara ekstrem menjadi sikap “tidak mencampuri urusan orang lain” atau “setiap orang bertanggung jawab atas dirinya sendiri.”

Pertanyaannya, apakah semangat kemandirian ini harus berarti kita kehilangan sentuhan kepedulian, empati, dan rasa kebersamaan yang esensial sebagai makhluk sosial? Apakah mengejar kesuksesan pribadi lantas menuntut kita untuk menyingkirkan kepedulian terhadap lingkungan sekitar?

Ironisnya, kemajuan teknologi yang seharusnya mampu mendekatkan justru seringkali memperparah jarak ini. Kita kini lebih akrab dengan kabar terbaru selebriti di belahan dunia lain, ketimbang mengetahui kondisi kesehatan atau kesulitan yang tengah dihadapi tetangga di samping rumah. Jari-jari kita lincah menelusuri lini masa media sosial, menciptakan ratusan bahkan ribuan koneksi daring, namun pada saat yang sama, kita seringkali merasa kesepian dan terasing di dunia nyata. Komunikasi tatap muka yang hangat tergantikan oleh pesan teks singkat, dan interaksi mendalam seringkali terdistorsi oleh filter digital.

Budaya saling bantu sejatinya tidak lahir dari instruksi atau peraturan formal, melainkan tumbuh subur dari sebuah rasa memiliki komunitas. Ia berakar dari kesadaran bahwa kita adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri, bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan individu seringkali terkait erat dengan kebahagiaan dan kesejahteraan kolektif. Untuk menghidupkan kembali semangat ini, kita tidak perlu menunggu perintah besar atau perubahan masif. Kita bisa memulainya dari hal-hal yang paling sederhana, namun bermakna.

Menyapa tetangga saat berpapasan, meskipun hanya dengan senyuman atau anggukan kepala, bisa menjadi langkah awal untuk membuka komunikasi. Menawarkan bantuan kecil saat melihat tetangga kesulitan, misalnya mengangkat belanjaan atau bertanya kabar ketika tahu ada yang sakit, dapat menumbuhkan benih kepedulian. Menginisiasi atau bergabung dalam kegiatan bersama di lingkungan, seperti kerja bakti, pengajian, arisan, atau sekadar kopi sore bersama, dapat menciptakan ruang untuk interaksi dan memperkuat ikatan sosial.

Membangun kembali budaya saling bantu adalah investasi jangka panjang untuk kualitas hidup yang lebih baik. Dunia yang lebih peduli bukanlah utopia atau mimpi di siang bolong. Ia adalah sebuah realitas yang dapat kita ciptakan bersama, langkah demi langkah, dan dimulai dari lingkungan terdekat kita sendiri—dari rumah kita, dari tetangga kita, dan dari keinginan tulus untuk kembali terhubung sebagai sesama manusia. Inilah saatnya kita menyadari bahwa kemajuan sejati tidak hanya diukur dari pencapaian teknologi, tetapi juga dari seberapa kuat ikatan kemanusiaan kita.

Tags: BudayaGotong RoyongIndvidualisme
Plugin Install : Subscribe Push Notification need OneSignal plugin to be installed.

Related Posts

Pasar Seni ITB
Budaya

Kebangkitan Kembali Tradisi: Pasar Seni ITB 2025 Sedot Lebih dari 200.000 Pengunjung

20 Oktober 2025
Bidage Alun Kiansantang Purwakarta
Budaya

Bagian ke-2: Brigade III Kiansantang, Dari Medan Perang ke Nama Sebuah Alun-Alun di Purwakarta

19 Oktober 2025
Bidage Alun Kiansantang Purwakarta
Budaya

Dari Dalem Shalawat hingga Alun-Alun Kiansantang: Cikal Bakal Kota Purwakarta

19 Oktober 2025
Gunung di Purwakarta
Budaya

7 Gunung di Purwakarta yang Bikin Penasaran: Dari yang Bersejarah Sampai yang Punya Pemandangan Menakjubkan

19 Oktober 2025
Prof. Dr. R. Prajatna Koesoemadinata Putra Ke-5 Raden Machjar Angga Koesoemadinata
Budaya

Cerita di Balik Da-mi-na-ti-la-da: Inovasi Raden Machjar yang Bikin Musik Sunda Mendunia

19 Oktober 2025
Puteri Kebaya Jawa Barat 2025 Fitra Halimtussaidah tampil di Karnaval Asia Afrika 2025 - Intiporia/Iqbal
Sekilas

Puteri Kebaya Purwakarta Fitra Halimatussadiah Tampil Anggun di Karnaval Asia Afrika 2025

18 Oktober 2025
Next Post
Jomo FOMO

Memilih JOMO di Tengah Badai FOMO

  • Ilustrasi Surat Edaran - PIxabay/Katamaheen

    9 Langkah Menuju ‘Gapura Panca Waluya’, Berikut Isi Surat Edaran Pemda Jabar

    723 shares
    Share 289 Tweet 181
  • Jadwal dan Link Live Streaming Semifinal Denmark Open 2025

    665 shares
    Share 266 Tweet 166
  • 10 Website Gratis untuk Download Jurnal Ilmiah

    719 shares
    Share 288 Tweet 180
  • Kebangkitan Kembali Tradisi: Pasar Seni ITB 2025 Sedot Lebih dari 200.000 Pengunjung

    654 shares
    Share 262 Tweet 164
  • Simak! Begini Cara Menulis Footnote pada Makalah atau Jurnal

    662 shares
    Share 265 Tweet 166
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Forum

© 2025 All Right Reserved Intiporia - Intip Dunia yang Menyenangkan

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kirim Artikel
  • Fotoporia
  • Hubungi Kami

© 2025 All Right Reserved Intiporia - Intip Dunia yang Menyenangkan