Palestina merupakan salah satu wilayah paling bersejarah di dunia. Pada masa Kekhalifahan Islam, khususnya di era Khalifah Umar bin Khattab (634–644 M), Palestina mengalami perubahan besar yang membentuk arah sejarahnya selama berabad-abad.
Penaklukan wilayah ini oleh umat Islam tidak hanya menjadi peristiwa militer semata, tetapi juga membawa perubahan sosial, agama, dan pemerintahan yang signifikan.
Konteks Sebelum Penaklukan
Sebelum dikuasai oleh kaum Muslimin, Palestina berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Bizantium (Romawi Timur). Yerusalem, sebagai kota utama, menjadi pusat agama Kristen dan memiliki kedudukan penting dalam kekaisaran. Namun, pada awal abad ke-7, wilayah ini mengalami instabilitas akibat perang berkepanjangan antara Bizantium dan Kekaisaran Persia, yang melemahkan pertahanannya.
Setelah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq memulai ekspansi Islam ke wilayah-wilayah di luar Jazirah Arab. Ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah, penaklukan dilanjutkan dengan lebih terorganisir dan luas, termasuk menuju wilayah Syam, yang mencakup Palestina.
Penaklukan Palestina
Pasukan Muslim di bawah komando jenderal-jenderal besar seperti Khalid bin Walid, Amr bin Ash, dan Abu Ubaidah bin Jarrah memulai ekspedisi ke wilayah Syam. Pertempuran demi pertempuran terjadi antara pasukan Muslim dan Bizantium. Salah satu pertempuran besar yang membuka jalan ke Palestina adalah Pertempuran Yarmuk pada tahun 636 M. Kemenangan ini melemahkan kekuatan Bizantium secara signifikan di kawasan Syam.
Setelah itu, pasukan Islam mendekati Yerusalem. Namun, kota suci ini tidak langsung ditaklukkan secara paksa. Sebaliknya, para pemimpin Kristen Yerusalem memilih untuk menyerah secara damai, tetapi dengan satu syarat: mereka hanya akan menyerahkan kota kepada Khalifah Umar bin Khattab secara langsung.
Kunjungan Khalifah Umar ke Yerusalem
Permintaan itu dikabulkan. Umar bin Khattab, yang dikenal dengan kesederhanaannya, melakukan perjalanan dari Madinah ke Yerusalem. Ia datang hanya dengan satu pelayan dan seekor unta yang mereka naiki bergantian. Kisah ini menunjukkan kerendahan hati sang khalifah dan menjadi simbol keadilan serta kepemimpinan Islam.
Setiba di Yerusalem, Umar disambut oleh Patriark Sophronius, pemimpin tertinggi Kristen di kota tersebut. Penyerahan kota dilakukan dengan damai. Umar kemudian menandatangani sebuah dokumen penting yang dikenal sebagai Piagam Umar (Al-‘Ahd al-‘Umari), yang menjamin keamanan jiwa, harta, serta kebebasan beribadah bagi penduduk non-Muslim, khususnya Kristen.
Piagam Umar dan Toleransi Beragama
Piagam ini menjadi tonggak penting dalam sejarah toleransi Islam. Umar melarang pemaksaan agama, melindungi gereja-gereja, dan memperbolehkan umat Kristen melaksanakan ibadah mereka tanpa gangguan. Bahkan, ketika ditawari untuk salat di dalam Gereja Makam Kudus, Umar menolak, karena khawatir hal itu kelak dijadikan alasan untuk mengubah gereja menjadi masjid. Sebagai gantinya, ia salat di luar gereja, dan di tempat itu kemudian dibangun Masjid Umar sebagai penghormatan.
Pembangunan Masjid Al-Aqsa
Setelah penaklukan, Umar juga memerintahkan pembersihan dan pembangunan kembali area Masjid Al-Aqsa, yang saat itu dalam kondisi rusak dan terbengkalai. Ia sendiri membantu membersihkan reruntuhan di area tersebut. Di sinilah kemudian dibangun masjid sederhana, yang kelak pada masa Kekhalifahan Umayyah diperluas dan menjadi kompleks yang kita kenal sekarang.
Warisan Kepemimpinan Umar
Masa pemerintahan Umar di Palestina menandai awal dari era baru yang lebih damai dan adil. Penduduknya tidak dipaksa masuk Islam, tetapi dilindungi dan diberi hak sebagai warga negara. Sistem pemerintahan Islam yang diterapkan menekankan keadilan, zakat, dan perlindungan terhadap hak-hak minoritas.
Palestina di bawah pemerintahan Umar menjadi bagian dari wilayah Syam yang diperintah dengan prinsip-prinsip keislaman. Kota-kota seperti Yerusalem, Gaza, Hebron, dan Ramla menjadi pusat perdagangan, pendidikan, dan keilmuan.
Sejarah Palestina pada masa Khalifah Umar bin Khattab adalah contoh nyata bagaimana penaklukan dalam Islam tidak identik dengan penindasan. Justru sebaliknya, nilai-nilai keadilan, toleransi, dan kemanusiaan sangat dijunjung tinggi. Umar meninggalkan jejak sejarah yang dikenang bukan hanya oleh umat Islam, tetapi juga oleh komunitas Kristen dan Yahudi di wilayah tersebut. Hingga kini, semangat keadilan dan perdamaian yang ditanamkan Umar di tanah Palestina menjadi inspirasi di tengah konflik yang terus berkecamuk