Raja Ampat, sebuah gugusan pulau di ujung barat laut Papua, telah lama dielu-elukan sebagai salah satu permata konservasi dunia. Keindahan alamnya yang luar biasa, dengan ribuan pulau karst yang menjulang tinggi, hutan mangrove yang rimbun, dan terumbu karang paling kaya di dunia, menarik penyelam dan peneliti dari seluruh penjuru bumi.
Keanekaragaman hayati lautnya tak tertandingi, menjadi rumah bagi ribuan spesies ikan, karang, dan moluska yang beberapa di antaranya hanya ditemukan di sini. Namun, di balik semua keajaiban ini, sebuah bayangan hitam mulai membayangi: ancaman eksploitasi tambang nikel.
Salah satu pemerhati pariwisata, Taufan Rahmadi, turut menyoroti bagaimana keindahan Raja Ampat patut diakui sebagai ‘surga’ di Indonesia yang memiliki keindahan alamnya.
“Kalau surga bisa difoto, barangkali bentuknya seperti Raja Ampat,” kata Taufan Rahmadi, dalam sebuah keterangan, 7 Juni 2025.
Namun kini, surga itu tengah terluka. Bukan oleh bencana alam, tapi oleh kerakusan manusia. Luka itu datang perlahan, meninggalkan jejak tak kasatmata hingga akhirnya menjadi duka yang nyata.
Dikutip dari berbagai sumber, empat perusahaan tambang—PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama (PMA China), dan PT Mulia Raymond Perkasa—diketahui menggerus pulau-pulau kecil di Raja Ampat.
Ada yang beroperasi tanpa dokumen lingkungan. Ada yang menggali di luar batas izin kawasan. Ada pula yang menyebabkan sedimentasi berat di pesisir. Semua aktivitas ini telah menyakiti Raja Ampat, merusak ekosistem yang selama ini menjadi kebanggaan dunia.
“Kita bisa bangun gedung pencakar langit, tapi kita tak bisa bangun kembali ekosistem laut yang rusak,” tegas Taufan Rahmadi, menyoroti parahnya dampak aktivitas tambang.
Bagi Taufan, Raja Ampat bukan sekadar destinasi wisata. Ia adalah pusat jantung biodiversitas dunia—rumah bagi lebih dari 75 persen spesies karang di planet ini. Di sinilah Manta Ray menari di antara terumbu karang. Di sinilah nelayan adat hidup selaras dengan hukum sasi, menjaga laut dengan kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun.
Kini, semua itu terancam. Hukum adat dilangkahi. Lautan dilukai. Ekowisata belum sempat tumbuh, tapi sudah hampir mati. “Pariwisata itu renewable economy. Nikel itu one shot deal. Setelah digali, habis,” sambung Taufan.
Ia pun mengingatkan kembali pesan Presiden Prabowo: “Kita punya keajaiban alam dan budaya. Kita harus menjaganya, bukan menjualnya.”
Maka dari itu, berkaca dari kasus Raja Ampat, menurut Taufan Rahmadi, bangsa ini harus memilih:
Menjadi bangsa konservator atau bangsa destructor.
Jika kita memilih diam, maka warisan yang kita tinggalkan bukanlah laut biru yang megah. Tapi hanya bekas galian, luka ekologis, dan puing-puing penyesalan.
“Terus kita bersuara, kawal pariwisata Indonesia, karena Raja Ampat bukan tambang, ini adalah warisan dunia,” tutup Taufan Rahmadi.
1. PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP)
Pemilik: Anak perusahaan dari PT Wan Xiang Group Indonesia, yang merupakan entitas investasi Tiongkok .
Catatan lokal: Di media lokal disebut berasal dari konsorsium investasi Tiongkok–Australia–Hong Kong , dan pemiliknya disebut bernama Harijanto Keosdjojo .
2. PT Gag Nikel (PT GN)
Pemilik: 100% anak perusahaan PT Aneka Tambang Tbk (Antam), BUMN Indonesia .
Awalnya adalah joint venture antara Antam (25%) dan Asia Pacific Nickel dari Australia (75%), namun sejak 2008 dimiliki penuh oleh Antam .
3. PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP)
Tidak ada data publik tegas mengenai pemilik atau holding-nya. Diketahui memiliki IUP seluas sekitar 2.194 ha di Pulau Manyaifun dan Batang Pele, menjalankan eksplorasi sejak September 2024 , dan belum tercatat memiliki AMDAL atau dokumen lingkungan lainnya.
4. PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM)
Juga tidak terdapat data publik tentang pemilik langsung. Berdiri sejak Agustus 2023, beroperasi di Raja Ampat dengan IUP ekspansi nikel. Director perusahaan tercatat sebagai Meyer Togatorop. Terindikasi memiliki konflik klaim pertambangan dengan perusahaan lain .
Perusahaan Pemilik / Holding Keterangan:
PT ASP Wan Xiang Group Indonesia (Tiongkok) Juga disebut investor Hong Kong/Australia
PT GN PT Antam Tbk (BUMN) Dimiliki penuh sejak 2008
PT MRP Tidak diketahui secara publik Belum tercatat di media
PT KSM Tidak diketahui secara publik Dirut: Meyer Togatorop