Uang dinar dan dirham bukan sekadar artefak sejarah, melainkan representasi dari sistem ekonomi yang berakar kuat dalam tradisi Islam. Sebagai mata uang berbahan dasar emas (dinar) dan perak (dirham), keduanya telah melayani umat manusia selama lebih dari 14 abad, menjadi pilar penting dalam peradaban Islam dari masa keemasan hingga era modern.Asal-Usul dan Sejarah Awal
Konsep mata uang logam mulia ini telah ada jauh sebelum Islam. Dirham sendiri berasal dari kata Yunani, drachma, sementara Dinar diambil dari kata Latin, denarius. Kedua koin ini sudah beredar di wilayah Timur Tengah, termasuk Jazirah Arab, sebelum datangnya Nabi Muhammad ï·º.
Pada masa awal Islam, kaum Muslimin menggunakan dinar emas Kekaisaran Bizantium dan dirham perak Kekaisaran Persia Sasaniyah. Penggunaan koin-koin asing ini terus berlanjut hingga masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685–705 M) dari Dinasti Umayyah.
Tonggak Sejarah: Khalifah Abdul Malik bin Marwan secara resmi memperkenalkan pencetakan mata uang Islam yang terpisah, dengan kaligrafi Arab dan tanpa gambar atau ikonografi asing. Koin-koin ini dicetak dengan standar berat dan kemurnian yang ketat, menjadi mata uang resmi pertama yang sepenuhnya Islam. Standar ini kemudian menjadi cetak biru untuk dinar dan dirham yang beredar di seluruh dunia Islam selama berabad-abad.
Standar Berat dan Nilai Intrinsic
Keunggulan utama dinar dan dirham terletak pada sifatnya sebagai fiat uang yang berbasis komoditas (commodity-based money), bukan fiat uang berbasis kepercayaan (fiat money). Artinya, nilainya inheren pada kandungan logam mulianya.
- Dinar Emas: Idealnya, dinar memiliki berat $4.25$ gram emas murni (22 karat atau lebih).
- Dirham Perak: Dirham memiliki berat standar $2.975$ gram perak murni.
Secara tradisional, rasio nilai tukar historis antara keduanya bervariasi, namun umumnya ditetapkan bahwa 1 dinar setara dengan 10 atau 12 dirham. Yang paling penting adalah bahwa nilai daya beli mereka cenderung stabil terhadap komoditas dasar dalam jangka waktu yang sangat panjang, tidak seperti mata uang kertas modern yang rentan terhadap inflasi dan devaluasi.
Peran dalam Syariat Islam dan Ekonomi
Dinar dan dirham memiliki peran yang tak terpisahkan dari praktik syariat Islam, terutama dalam aspek ekonomi dan sosial:
- Zakat: Kewajiban zakat, rukun Islam ketiga, sering kali dihitung berdasarkan nilai emas dan perak yang dimiliki (nisab). Zakat mal (harta) dihitung berdasarkan nisab emas atau perak, dan pembayaran zakat secara historis dilakukan dengan koin ini.
- Mahar: Dalam pernikahan, mahar (mas kawin) secara sunnah diukur dan diberikan dalam bentuk dinar atau dirham.
- Diyat: Pembayaran diyat (denda atau kompensasi) bagi korban kejahatan juga sering kali ditetapkan dalam jumlah dinar dan dirham tertentu.
- Kontrak dan Perdagangan: Karena nilainya yang stabil dan diakui secara universal, keduanya menjadi alat tukar yang sangat efektif dan tepercaya dalam kontrak, perdagangan internasional, serta investasi.
 Kebangkitan Kembali di Era Modern
Meskipun mata uang kertas (fiat money) mendominasi sistem keuangan global saat ini, minat terhadap dinar dan dirham telah mengalami kebangkitan kembali di beberapa kalangan, khususnya komunitas Muslim yang berpegang teguh pada prinsip ekonomi Islam.
Para pendukungnya berpendapat bahwa kembalinya penggunaan dinar dan dirham dapat:
- Melindungi kekayaan dari inflasi mata uang kertas.
- Menciptakan sistem perdagangan yang lebih adil dan transparan.
- Mencegah spekulasi dan riba yang melekat pada sistem keuangan berbasis utang.
Saat ini, koin dinar dan dirham baru dicetak dan digunakan di beberapa komunitas sebagai alat investasi, penyimpan nilai, dan terkadang sebagai alat tukar dalam pasar atau komunitas tertentu yang terpisah dari sistem perbankan utama. Beberapa negara, meski tidak menggunakannya sebagai mata uang nasional, mengakui nilai emas dan perak sebagai basis penting dalam simpanan kekayaan.
Dinar dan dirham adalah lebih dari sekadar uang; mereka adalah simbol kedaulatan ekonomi, kejujuran dalam transaksi, dan kepatuhan pada nilai-nilai syariat. Mereka mencerminkan masa ketika mata uang memiliki nilai inheren yang diakui secara global dan melintasi batas-batas kerajaan.
Dalam konteks sejarah, dinar dan dirham adalah jembatan yang menghubungkan kita dengan masa keemasan peradaban Islam. Dalam konteks modern, mereka menjadi inspirasi bagi reformasi keuangan yang mencari stabilitas, keadilan, dan sistem moneter yang bebas dari kerentanan mata uang berbasis utang. Koin emas dan perak ini akan terus memegang tempat yang mulia dalam narasi sejarah dan aspirasi ekonomi umat Islam di seluruh dunia

















