Yapping. Kata ini mungkin sudah jadi bagian dari DNA Gen Z. Dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, jempol kita gak pernah istirahat. Grup chat ‘Spill Gosip’ yang ributnya ngalahin pasar, FYP TikTok yang gak ada habisnya, sampai story Instagram yang isinya ‘check-in’ di mana-mana. Rasanya, setiap menit harus ada kata-kata yang keluar dari jempol atau mulut kita. Otak kita dipaksa on terus. Saking lelahnya, malam hari, yang kita butuhin bukan lagi yapping yang lain, tapi ketenangan. Sebuah jeda dari keriuhan yang dibuat oleh jempol sendiri.
Di sinilah letak revolusi cinta ala Gen Z: sleepcall yang diem-dieman. Sebuah ritual modern yang mungkin bagi orang tua kita terlihat aneh dan hampa. “Ngabisin pulsa aja,” kata mereka. Padahal, mereka tidak tahu, di balik kesunyian itu, justru di sanalah kita menemukan makna baru dari kedekatan. Ini bukan tentang dua orang yang kehabisan topik atau sedang marahan. Sebaliknya, ini adalah tanda kenyamanan tertinggi, di mana kita merasa aman untuk tidak bicara.
Malam hari, konon katanya, adalah waktu yang sakral. Waktu di mana sepasang kekasih, setelah seharian menjalani drama dunia yang melelahkan, mengakhiri hari dengan percakapan panjang di telepon. Di mana segala yapping tentang kantor, tugas kuliah, gosip teman, atau bahkan overthinking masa depan, tumpah ruah bagai air bah yang tak terbendung. Romantis, katamu? Penuh makna, katanya. Tapi itu, teman-teman sekalian, adalah definisi intimasi di era yang sudah usang. Sebuah era di mana manusia masih punya energi untuk berbicara setelah hari yang panjang. Sebuah konsep yang kini, di tengah gempuran yapping di media sosial dari pagi hingga malam, sudah terasa seperti dongeng. Siapa yang punya tenaga untuk yapping lagi setelah seharian yapping di grup chat? Lelah itu nyata, dan kita memilih untuk mengakui kelelahan itu.
Gen Z, sebagai generasi yang lahir dengan jari telunjuk sudah terkondisikan untuk scroll dan jempol yang fasih menulis caption, menemukan definisi baru dari kebersamaan. Bukan lagi tentang percakapan yang penuh makna, melainkan tentang kehadiran. Sebuah eksistensi yang senyap, yang lebih berharga dari seribu kata.
Maka, hadirlah ritual modern yang aduhai: sleepcall yang ga yapping
Jangan salah, ini bukan tentang dua orang yang canggung dan kehabisan topik. Sebaliknya, ini adalah level tertinggi dari kenyamanan dalam sebuah hubungan. Saat malam tiba, setelah chatting dan berbagi meme seharian, kita sepakat untuk menelpon. Namun, bukan untuk bicara. Hanya untuk terhubung. Bayangkan saja. Kamu di kasurmu, dia di kasurnya. Ponsel diletakkan di samping bantal. Yang terdengar hanyalah suara napas yang teratur, gesekan lembut selimut, atau bahkan suara hujan dari jendela. Kadang, ada suara notifikasi Twitter yang masuk. Sesekali, suara orangtua memanggil dari luar kamar. Tapi tak ada percakapan. Hanya ada keheningan yang nyaman, mengisi ruang kosong di antara kita.
Ini adalah bentuk protes diam-diam terhadap tuntutan sosial untuk selalu performative. Bahwa kita harus selalu menarik, harus selalu punya cerita. Sleepcall yang diem-dieman membuktikan hal sebaliknya. Bahwa kita bisa saja membosankan, lelah, dan kehabisan kata, tapi tetap diterima dan dihargai kehadirannya. Ini adalah pengakuan bahwa kamu cukup berharga hanya dengan menjadi dirimu sendiri. Kamu tidak harus menjadi ‘versi terbaik’ dari dirimu untuk dicintai. Cukup jadi yang paling lelah, paling apa adanya, dan itu sudah cukup.
Dalam keheningan itu, kita tidak berbicara, tapi kita merasakan. Merasakan keberadaan orang lain di ujung sana. Merasakan rasa aman bahwa kita tidak sendirian, bahkan dalam kesunyian. Ini adalah evolusi dari “nongkrong di teras sambil ngopi tanpa ngomong”. Hanya saja, terasnya kini tak lagi nyata, dan kopinya diganti dengan kelelahan yang sama-sama pekat. Ini adalah ruang aman (safe space) di mana kita bisa melepas topeng dan hanya menjadi diri sendiri, tanpa filter, tanpa ekspektasi. Kita tidak perlu memikirkan respons yang pintar, atau cerita yang menarik. Cukup menjadi bagian dari kesunyian itu, bersama-sama.
Jadi, ketika ada yang bertanya, “Kalian sleepcall kok diem-diem aja sih?” Jawab saja dengan senyum tipis. Mereka tidak akan mengerti. Mereka belum mencapai level ini.
Karena bagi kita, Gen Z, percakapan paling intim bukanlah yang paling ramai. Tapi yang paling sunyi. Dan ketika akhirnya salah satu dari kalian mulai tertidur dan napasnya berubah menjadi dengkuran halus, itu adalah melodi paling romantis yang pernah ada. Itu artinya, misi berhasil. Kamu aman, aku aman, dan besok pagi kita bisa yapping lagi. Wkwkwkwk.

















