Dalam dunia kerja yang terus berkembang, hubungan antara serikat pekerja dan perusahaan tidak lagi hanya dipenuhi dengan ketegangan dan konfrontasi.
Kini, banyak serikat yang mencoba membangun pola hubungan industrial yang harmonis dan bersinergi. Ini bukan kesalahan. Bahkan, ini adalah langkah strategis agar suara pekerja bisa didengar dan diperhitungkan dalam pengambilan keputusan.
Namun, ada garis batas yang tidak boleh dilanggar: sinergi tidak boleh menjadi alasan untuk melupakan jati diri serikat pekerja sebagai alat perjuangan. Serikat bukan sekadar mitra dialog.
Serikat adalah perisai terakhir ketika hak-hak pekerja terancam. Serikat adalah benteng pertahanan terhadap kesewenang-wenangan.
Maka, ketika serikat terlalu nyaman duduk bersama kekuasaan tanpa keberanian bersuara lantang, maka ruh perjuangannya telah mati.
Serikat boleh bersinergi, tapi tidak boleh tunduk
Setiap langkah yang diambil, setiap kesepakatan yang dibuat, harus ditimbang dengan satu timbangan: apakah ini untuk kebaikan anggota secara keseluruhan?
Jika jawabannya ragu, maka serikat wajib menolak. Tidak boleh ada kompromi yang melanggar prinsip keadilan. Tidak boleh ada “undertable deal” yang mengkhianati kepercayaan para buruh.
Serikat pekerja bukan milik segelintir pengurus. Serikat adalah rumah besar yang dibangun oleh keringat, pengorbanan, dan darah perjuangan ribuan bahkan jutaan buruh di masa lalu.
Ia lahir dari rasa sakit. Ia bertahan karena solidaritas. Maka, menggunakannya untuk kepentingan pribadi atau golongan adalah bentuk pengkhianatan yang paling keji.
Kita tidak boleh lupa bahwa sistem yang kita hadapi adalah kapitalisme.
Kapitalisme tidak akan pernah berpihak pada buruh. Ia hanya mengenal laba dan efisiensi. Ia hanya menghitung keuntungan, bukan kemanusiaan. Maka, serikat pekerja jangan pernah takut pada kapitalisme.
Mereka mungkin punya alat produksi. Mereka punya pabrik, mesin, modal, dan kekuasaan. Tapi kita, para buruh, punya kekuatan sejati: kita adalah nyawa dari mesin-mesin itu. Kita adalah tangan-tangan yang membuat roda produksi terus berputar.
Dan jika mereka melupakan hak kita, jika mereka menindas, kita bisa hentikan semuanya.
Kita bisa hentikan mesin. Kita bisa hentikan produksi. Dan saat itu terjadi, mereka akan tahu: tanpa buruh, tidak ada laba. Tanpa buruh, tidak ada industri. Tanpa buruh, kapitalisme lumpuh.
Maka, jangan pernah merasa kecil. Jangan pernah merasa kalah. Serikat pekerja bukan hanya organisasi administratif. Serikat adalah kekuatan politik. Serikat adalah manifestasi dari solidaritas kelas. Serikat adalah tembok terakhir yang berdiri tegak menghadapi ketidakadilan ekonomi yang sistemik.
Perjuangan tidak boleh stagnan, perjuangan harus masif
Perjuangan harus masuk ke setiap pabrik, setiap kantor, setiap sudut tempat kerja. Setiap pelanggaran hak sekecil apa pun, adalah panggilan bagi serikat untuk bertindak. Diam adalah bentuk pembiaran. Dan pembiaran adalah bentuk persetujuan terhadap ketidakadilan.
Serikat sejati tidak akan pernah ragu untuk berdiri paling depan ketika ada anggotanya yang ditindas. Tidak akan pernah bersembunyi di balik meja rapat saat ada PHK sepihak, intimidasi, pelanggaran upah, atau kekerasan terhadap pekerja.
Serikat yang sejati akan hadir, bersuara, dan bertarung. Karena itulah tugasnya. Itulah hakikat keberadaannya.
Ingatlah, serikat pekerja adalah warisan sejarah perjuangan kelas. Ia bukan hanya organisasi formalitas. Ia adalah alat perjuangan kolektif.
Maka, jangan pernah biarkan ia dibungkam oleh kenyamanan jabatan atau kemilau kekuasaan. Jangan biarkan ia berubah menjadi alat legitimasi kebijakan perusahaan yang tidak adil.
Bagi setiap pengurus serikat di mana pun kalian berada—baik di tingkat pabrik, kota, provinsi, hingga nasional—ingatlah bahwa tanggung jawab kalian bukan hanya kepada anggota hari ini, tapi juga kepada generasi pekerja yang akan datang.
Apa yang kalian perjuangkan hari ini akan menjadi warisan. Dan apa yang kalian kompromikan hari ini akan menjadi kutukan.
Mari satukan barisan. Perkuat solidaritas. Lawan ketidakadilan. Bangun kekuatan politik pekerja. Dan jadikan serikat pekerja bukan hanya alat negosiasi, tapi juga motor perubahan sosial yang adil dan bermartabat.
Karena serikat bukan hanya tentang hari ini, tapi tentang masa depan seluruh pekerja Indonesia.
Dan Ingat, sejarah tidak akan pernah memihak mereka yang diam. Sejarah akan mencatat dan mengagungkan mereka yang berani melawan.