Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan langkah tegas pemerintah provinsi untuk menertibkan kendaraan truk dengan muatan berlebih atau Over Dimension Over Loading (ODOL). Mulai 2 Januari 2026, seluruh industri yang beroperasi di Jawa Barat dilarang menggunakan kendaraan angkut dengan dimensi dan beban melebihi ketentuan.
Kebijakan ini disampaikan langsung oleh KDM — sapaan akrab Dedi Mulyadi — dalam pertemuan resmi bersama Bupati Subang Reynaldy Putra Andita Budi Raemi, perwakilan Perum Jasa Tirta (PJT) II, dan AQUA Group. Dalam kesempatan tersebut, Dedi menyoroti dampak serius penggunaan truk ODOL terhadap infrastruktur jalan dan keselamatan masyarakat.
“Kita ini sudah gila-gilaan membangun jalan. Biasanya anggaran pembangunan jalan hanya Rp400 miliar sampai Rp800 miliar, sekarang kita naikkan menjadi Rp3 triliun. Tapi masa tiap tahun uang rakyat kita habiskan untuk memperbaiki jalan yang rusak karena truk kelebihan muatan,” ujar KDM dikutip dari keterangan resmi Humas Jabar, 1 November 2025.
Menurutnya, anggaran besar yang digelontorkan untuk pembangunan jalan akan menjadi sia-sia bila tidak diimbangi dengan kedisiplinan pelaku industri dalam mematuhi aturan. Ia menegaskan bahwa persoalan ODOL tidak hanya soal kerusakan infrastruktur, melainkan juga menyangkut keselamatan pengguna jalan.
“Mulai tanggal 2 Januari 2026 harus ganti, bukan truk besar. Saya tegas sekarang, di pertambangan pun dipaksa pakai truk dua sumbu,” ucapnya.
KDM menilai, langkah tegas ini juga merupakan bagian dari upaya menciptakan keadilan ekonomi di Jawa Barat. Ia menekankan, pembangunan harus menguntungkan seluruh pihak, bukan hanya segelintir kelompok yang mendapatkan keuntungan besar dari sistem logistik yang timpang.
“Saya mau bersikap bijak, artinya ekonomi ini tidak boleh hanya menguntungkan satu pihak, sehingga ada keadilan,” tegasnya.
Di sisi lain, Bupati Subang Reynaldy Putra Andita Budi Raemi menyambut baik langkah tegas Pemerintah Provinsi Jawa Barat tersebut. Ia menyampaikan bahwa Pemkab Subang telah lebih dulu mengambil inisiatif melalui penerbitan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 21 Tahun 2025 tentang Jam Operasional Kendaraan Berat.
Kebijakan tersebut membatasi waktu operasional kendaraan dengan tonase besar di jalur-jalur tertentu. Menurutnya, perubahan armada menjadi truk berukuran lebih kecil justru akan memberi efisiensi baru bagi perusahaan tanpa melanggar aturan.
“Dengan mengganti armada menjadi kendaraan yang lebih kecil, aktivitas pengangkutan justru bisa lebih maksimal tanpa melanggar ketentuan jam operasional,” ujar Reynaldy.
Dari sisi dunia usaha, AQUA Group turut menanggapi kebijakan baru ini dengan langkah adaptif. Pihaknya menyatakan bahwa proses penyesuaian terhadap kebijakan anti-ODOL akan segera dilakukan, meski membutuhkan waktu untuk transisi, terutama dalam mengganti armada distribusi.
Mereka menilai, meskipun kebijakan ini menuntut perubahan besar, namun sejalan dengan komitmen keberlanjutan yang juga diusung sektor industri.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat berharap, penerapan larangan truk ODOL dapat menjadi momentum perbaikan sistem transportasi dan distribusi barang di daerah. Selain menekan biaya perbaikan infrastruktur yang membengkak, aturan ini juga diharapkan mengurangi angka kecelakaan lalu lintas yang selama ini banyak dipicu oleh kendaraan dengan muatan berlebih.
Langkah Dedi Mulyadi juga sejalan dengan kebijakan nasional yang menargetkan Indonesia bebas ODOL pada tahun 2026, sebagaimana diatur oleh Kementerian Perhubungan. Jawa Barat, sebagai salah satu provinsi dengan aktivitas industri terbesar di Indonesia, menjadi wilayah kunci dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
Dengan penegasan ini, Dedi menutup pertemuan dengan pesan kuat agar semua pihak segera berbenah dan menyesuaikan diri.
“Kita ingin ekonomi tetap tumbuh, tapi jangan sampai rakyat yang menanggung akibat dari ketidakpatuhan. Semua harus ikut aturan, supaya pembangunan berjalan adil dan berkelanjutan,” pungkas KDM.
















