Upaya mempercepat pemerataan layanan pendidikan di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) kembali mengemuka dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Longki Djanggola menegaskan bahwa distribusi dan penempatan guru di wilayah 3T seharusnya tidak lagi sepenuhnya diatur pemerintah pusat, melainkan diserahkan kepada pemerintah daerah yang lebih memahami kondisi lapangan.
Dalam Rapat Kerja Baleg bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah di Gedung Nusantara I, Senayan, Rabu (19/11/2025), Longki mengulas kembali pengalamannya saat menjabat sebagai Bupati. Ia menggambarkan bahwa sistem penempatan yang terlalu terpusat justru menimbulkan persoalan baru di daerah.
“Saat saya masih Bupati, penempatan guru-guru di daerah terpencil di 3T itu semua diatur oleh Mendikdasmen sampai dengan SK-nya. Tapi orang-orang yang datang itu mendapatkan resistensi luar biasa di daerah kami, dan bahkan setelah ditempatkan gurunya minta pulang,” ujarnya dalam keterangan yang dilansir laman resmi DPR, 22 November 2025.
Ia menekankan bahwa kepergian guru yang ditempatkan secara sentralistik menyebabkan kerugian besar bagi sekolah-sekolah di daerah terpencil.
“Luar biasa kerugian yang kami alami. Sekolah kami tetap terlantar, tidak ada guru yang diangkat oleh Mendikdasmen. (Mereka) kembali ke daerahnya dan kita tidak tahu asal-usulnya,” tegas Longki.
Menurutnya, setiap daerah memiliki karakter sosial dan kebutuhan pendidikan yang berbeda, sehingga proses distribusi guru seharusnya tidak dilakukan dengan pendekatan seragam.
Pemerintah daerah dinilai lebih memahami medan penugasan dan kesiapan lingkungan tempat guru bekerja. Sementara itu, pemerintah pusat tetap dapat menjalankan peran sebagai pembina dan pengawas agar standar pendidikan nasional tetap terjaga.
Longki juga menyoroti bahwa kewenangan yang terlalu tersentral berpotensi menciptakan ketidaksesuaian antara penempatan guru dan kebutuhan nyata di lapangan.
Ia menilai revisi UU harus memastikan pembagian peran yang lebih proporsional antara pusat dan daerah agar pemerataan layanan pendidikan bisa berjalan efektif dan tidak menjadi beban tambahan bagi sekolah maupun guru.
Politisi Fraksi Gerindra tersebut juga menyinggung soal perlindungan hukum bagi tenaga pendidik, dan menekankan bahwa aspek itu perlu menjadi bagian penting dalam revisi UU.
Perlindungan terhadap guru dan dosen, menurutnya, harus tertulis secara eksplisit agar tenaga pendidik merasa aman saat menjalankan profesi.
“Harus ada kalimatnya di dalam undang-undang, baru itu betul-betul mereka dijamin dan dilindungi dalam melakukan kegiatan (atau) aktivitasnya di sekolah atau di tempat-tempat profesinya,” tutur Longki.
Pembahasan revisi UU Guru dan Dosen diperkirakan terus berlanjut dengan sejumlah masukan terkait kewenangan, perlindungan profesi, hingga peningkatan kualitas layanan pendidikan di berbagai daerah. Rekomendasi mengenai pelimpahan wewenang distribusi guru ke pemerintah daerah menjadi salah satu isu yang kini menguat, terutama untuk menjawab tantangan ketimpangan pendidikan di wilayah 3T.
















