Banjir dan longsor yang melanda Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sejak akhir November 2025 menimbulkan dampak besar. Data resmi BNPB per 6 Desember 2025 mencatat 914 orang meninggal, 389 orang hilang, serta lebih dari 4.200 warga terluka. Bencana ini juga merusak 105,6 ribu rumah dan menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi di 52 kabupaten/kota di wilayah terdampak.
Sejumlah lembaga lingkungan menyoroti keterkaitan bencana ini dengan kondisi ekologis dan krisis iklim yang semakin memperburuk intensitas cuaca ekstrem.
“Peristiwa banjir besar yang melanda Sumatera ini seharusnya menjadi pengingat terakhir bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk membenahi kebijakan pengelolaan hutan dan lingkungan hidup serta komitmen iklim secara total. Banjir besar tersebut menandakan dua hal: dampak krisis iklim yang tak bisa lagi dihindari dan perusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi menahun,” kata Arie Rompas, Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia.
Dampak krisis iklim tercermin dari pola cuaca ekstrem, termasuk hujan lebat yang dipengaruhi siklon tropis Senyar yang terbentuk di Selat Malaka pada 25–27 November 2025. Menurut BMKG, keberadaan siklon tropis yang menembus hingga daratan Aceh, Sumut, dan Sumbar bukan fenomena umum mengingat posisi Indonesia yang berada dekat garis ekuator. Fenomena ini memperparah curah hujan dan meningkatkan potensi banjir bandang serta longsor di berbagai wilayah.
Korban Jiwa dan Sebaran Wilayah Terparah
Kabupaten Agam menjadi wilayah dengan korban jiwa tertinggi, yakni 171 orang, disusul Tapanuli Tengah dengan 128 orang, serta Aceh Tamiang dengan 85 korban. BNPB melaporkan sebagian korban meninggal akibat tertimbun longsor, terseret arus banjir, serta keterlambatan evakuasi di daerah yang aksesnya terputus.
Jumlah pengungsi juga terus meningkat. Aceh Tamiang mencatat 262,1 ribu warga mengungsi, diikuti Aceh Utara sebanyak 163,4 ribu jiwa, dan Bener Meriah dengan 67,6 ribu jiwa. Banyak daerah masih terisolasi akibat jembatan yang runtuh dan jalan yang tertutup material longsor.
BNPB melaporkan kerusakan besar pada fasilitas publik, antara lain:
- 1.000 fasilitas umum rusak
- 344 rumah ibadah
- 155 fasilitas kesehatan
- 222 gedung/kantor pemerintahan
- 522 fasilitas pendidikan
- 405 jembatan rusak
Kerusakan jembatan di beberapa titik jalur utama lintas Sumatra menyebabkan pengiriman bantuan logistik mengalami hambatan.
Tim SAR gabungan dari Basarnas, TNI, Polri, BPBD, serta relawan masih melakukan pencarian korban di titik-titik rawan. Pemerintah daerah menambah posko pengungsian dan dapur umum, sementara BNPB menyiapkan bantuan logistik tambahan serta perbaikan infrastruktur darurat.
BMKG mengimbau masyarakat tetap waspada karena potensi hujan lebat masih tinggi akibat sisa dampak gangguan atmosfer pasca-siklon.

















