Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) menjatuhkan sanksi kepada Indonesia menyusul tindakan sejumlah suporter dalam pertandingan antara Timnas Indonesia dan Bahrain. Laga yang digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, pada 25 Maret 2025 ini pun memunculkan respon PSSI atas sanksi FIFA yang diterima.
FIFA mewajibkan PSSI membatasi kapasitas penonton dalam laga kandang melawan Tiongkok pada lanjutan Grup C Babak Ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia, yang dijadwalkan berlangsung Kamis, 6 Juni mendatang.
“Jadi PSSI sudah mendapatkan surat dari FIFA, dengan referensi FDD-23338 Pasal 15 tentang diskriminasi,” ujar Arya Sinulingga, anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI.
Pernyataan itu disampaikan Arya dalam keterangan resmi yang dirilis oleh PSSI yang merespon sanksi FIFA ini, melalui situs resminya pada Senin, 12 Mei 2025.
Ia menjelaskan bahwa laporan FIFA disusun berdasarkan hasil monitoring sistem anti-diskriminasi yang diterapkan pada laga tersebut.
“Keputusan FIFA yang menyatakan PSSI harus bertanggung jawab terhadap perilaku diskriminatif suporter pada saat pertandingan Indonesia lawan Bahrain, yang dimainkan tanggal 25 Maret 2025, FIFA juga mengirimkan laporan, jadi ada monitoring sistem mereka, anti-diskriminasi, sebagai laporan mereka,” jelas Arya seperti dikutip dari pssi.org.
Dalam laporan itu disebutkan, aksi diskriminatif paling banyak terdengar dari arah Tribun Utara dan Selatan, tepatnya dari Sektor 19 pada menit ke-80.
Sekitar 200 suporter disebut melontarkan teriakan yang dianggap mengandung unsur xenophobia terhadap tim lawan.
Sebagai pengingat, xenophobia merujuk pada sikap takut atau benci terhadap orang asing atau yang dianggap berbeda secara budaya maupun kewarganegaraan.
“Suporter berteriak ‘Bahrain bla bla bla’, akibatnya yang pertama PSSI didenda hampir setengah miliar, Rp 400 juta’an lebih,” ujar Arya.
Selain sanksi denda, FIFA juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa pembatasan jumlah penonton dalam pertandingan mendatang.
“Kemudian yang kedua, PSSI diperintahkan FIFA untuk memainkan pertandingan berikutnya (lawan Tiongkok) dengan jumlah penonton terbatas,” katanya.
Mengacu pada keputusan tersebut, PSSI diwajibkan mengurangi 15 persen kapasitas penonton di Tribun Utara dan Selatan. Selain itu, pemetaan tempat duduk harus diserahkan kepada FIFA paling lambat 10 hari sebelum laga.
Namun, FIFA masih memberikan alternatif. “Boleh saja diberikan, tapi kepada komunitas anti-diskriminasi, atau komunitas khusus seperti keluarga, mungkin pelajar atau perempuan,” lanjut Arya, merujuk pada pernyataan yang disampaikan melalui kanal resmi PSSI.
Lebih lanjut, FIFA juga meminta agar PSSI memasang spanduk anti-diskriminasi selama pertandingan melawan Tiongkok berlangsung.
Tak hanya itu, federasi sepak bola dunia itu juga meminta adanya rencana jangka panjang untuk mengatasi diskriminasi di lingkungan sepak bola nasional.
“FIFA juga meminta kepada PSSI untuk bikin rencana komprehensif melawan tindakan diskriminasi di sepak bola Indonesia,” tutur Arya.
Menurutnya, isu diskriminasi menjadi perhatian serius FIFA karena berkaitan dengan prinsip kesetaraan, kemanusiaan, dan penghormatan terhadap sesama.
“Jadi tidak boleh ada ujaran kebencian, rasisme, xenophobia dan lain-lainnya. Ini pembelajaran bagi kita semua, jelas merugikan kita semua, tapi kita harus tanggung bersama-sama, jadi ke depan kita harus mulai melakukan langkah-langkah literasi dan pendidikan-pendidikan suporter untuk tidak melakukan hal-hal yang berhubungan dengan diskriminasi,” tutup Arya Sinulingga.***