Di atas panggung dimegahkan suara,
Ormawa berdiri, peran berlapis dua,
Satu kaki di ranah aspirasi,
Satu lagi di dunia eksekusi.
Bukan lagi penyokong mahasiswa,
Tapi sibuk merancang pesta,
Dari seminar hingga konser megah,
Menjadi EO, lupa arah.
Di ruang rapat jabatan berlipat,
Ketua di sini, pengurus di sana,
Suara lantang, langkah tersendat,
Memimpin diri sendiri, entah ke mana.
Tujuan organisasi tinggal bayang,
Sekadar nama, sekadar gengsi,
Tak lagi bicara visi juang,
Yang penting eksis, tak peduli isi.
Lapis legit, berlapis peran,
Manis di luar, pahit di dalam,
Jika terus begini, ormawa hilang,
Berdiri di dua kaki, jatuh tak tertahan.
Dan kampus? Sibuk bertepuk tangan,
Mengklaim sukses yang tak pernah disokong,
“Mandiri, kreatif, harus inovatif!”
Begitu katanya dalam pidato kosong.
Tapi ketika proposal diajukan,
Jawabannya hanya angin lalu,
“Cari dana sendiri, dong, Bro!”
Katanya, sambil pura-pura tak tahu.
Jabatan tinggi dipajang megah,
Foto formal, senyum dipaksa,
Nyatanya hanya numpang nama,
Bekerja tidak, hadir pun tak ada wujudnya.
Ketua di sini, sekretaris di sana,
Tapi kerja nyata entah ke mana,
Yang penting saat wisuda tiba,
CV penuh, prestasi semu belaka.
Jadi di manakah peran sejati?
Ormawa yang dikekang tapi dituntut berlari,
Atau pemimpin yang sibuk mencari nama,
Sampai lupa makna organisasi?
Lapis legit, berlapis kepentingan,
Mereka kenyang, yang lain ketinggalan,
Jika begini, mau sampai kapan?
Ormawa kampus sekadar pajangan?