Karawang — Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto secara resmi melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) proyek Ekosistem Industri Baterai Kendaraan Listrik Terintegrasi di Kawasan Artha Industrial Hills (AIH), Karawang, Jawa Barat, Minggu, 29 Juni 2025. Proyek ini menjadi salah satu tonggak penting dalam strategi hilirisasi nasional, dan digadang-gadang sebagai proyek baterai kendaraan listrik terbesar di Asia.
Dalam sambutannya, Presiden menegaskan pentingnya pengelolaan sumber daya alam dalam negeri menjadi produk bernilai tinggi demi mencapai kemandirian energi nasional. “Betapa acara ini bersejarah dan punya nilai strategis, kunci pembangunan suatu bangsa mengolah sumber alam menjadi bahan bermanfaat dan punya nilai tambah yang tinggi, sehingga bisa mendorong kesejahteraan dan kemakmuran,” ujar Presiden.
Ia juga menyampaikan bahwa hilirisasi merupakan cita-cita lama bangsa ini sejak era Presiden Soekarno, yang kemudian diwujudkan secara nyata di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. “Proyek (hilirisasi) ini mulai 4 tahun lalu, dengan demikian kita lihat peran Presiden ke-7 Jokowi dan ini saya selalu ungkap ini. Saya meminta untuk selalu menghormati pendahulu dan mereka yang berjasa,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Presiden menilai proyek ini sebagai “terobosan luar biasa” hasil kolaborasi Indonesia dengan mitra global. Ia mengatakan, “Grondbreking ini bukti keseriusan pemimpin kita dengan kerjasama dengan mitra kita dengan kawan-kawan kita Tiongkok. Kita bisa kerja sama dengan program yang menurut saya ini bisa dikatakan kolosal bisa dikatakan terobosan luar biasa.”
Dengan diiringi penekanan tombol sirine bersama para menteri dan mitra strategis, Presiden menyatakan dimulainya pembangunan proyek tersebut. “Dan dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, pada siang hari ini, hari Minggu, 29 Juni 2025, saya Prabowo Subianto, Presiden Republik Indonesia, dengan penuh kebanggaan, meresmikan groundbreaking Ekosistem Industri Baterai Kendaraan Listrik Terintegrasi. Konsorsium ANTAM, Indonesia Battery Corporation, dan CBL, Contemporary Brunt Ligand. Terima kasih. Dengan demikian, saya nyatakan dimulai,” tegasnya.
Turut hadir dalam acara tersebut antara lain Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Perumahan Maruarar Sirait, serta pejabat tinggi dari CATL, Artha Graha Group, Danantara Group, dan Duta Besar China untuk Indonesia Wang Lutong.
Proyek ini dijalankan oleh konsorsium PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM), PT Indonesia Battery Corporation (IBC), dan perusahaan China Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL) — anak perusahaan dari raksasa baterai global CATL. Pabrik baterai yang dibangun di atas lahan 43 hektare di Karawang akan dioperasikan oleh PT Contemporary Amperex Technology Indonesia Battery (CATIB), dengan target kapasitas produksi awal sebesar 6,9 GWh yang akan ditingkatkan menjadi 15 GWh pada tahap kedua. Operasi komersial dijadwalkan mulai akhir 2026.
Menteri Bahlil menjelaskan bahwa gagasan ekosistem baterai ini muncul dari kolaborasi antara negara pemilik sumber daya dan negara pemilik teknologi. “Teknologi belum kita miliki, makanya kita kerjasama dengan China, CATL. Ini pemain baterai terbesar di Dunia,” jelasnya.
Secara keseluruhan, proyek ini merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan nilai investasi mencapai 5,9 miliar dolar AS (sekitar Rp 96 triliun), mencakup enam subproyek dari hulu ke hilir, dan akan menyerap tenaga kerja hingga 8.000 orang. Dari enam subproyek, lima di antaranya berlokasi di Halmahera Timur, Maluku Utara, dan satu di Karawang.
Adapun rincian proyek mencakup:
JV 1: Tambang nikel PT Sumberdaya Arindo dengan kapasitas 13,8 juta WMT.
JV 2: Smelter pirometalurgi PT Feni Haltim (FHT), produksi 88.000 ton refined nickel alloy (2027).
JV 3: Smelter hidrometalurgi HPAL menghasilkan 55.000 ton MHP (2028).
JV 4: Pabrik bahan katoda dan prekursor di Halmahera Timur, kapasitas 30.000 ton (2028).
JV 5: Pabrik sel baterai Li-ion di Karawang dengan total kapasitas 15 GWh (2026-2028).
JV 6: Fasilitas daur ulang baterai di Halmahera Timur, kapasitas 20.000 ton logam per tahun (2031).
Proyek ini juga dirancang ramah lingkungan melalui pemanfaatan berbagai sumber energi seperti PLTU 2×150 MW, PLTG 80 MW, pemanfaatan limbah panas 30 MW, dan tenaga surya sebesar 172 MWp, termasuk 24 MWp di Karawang.
Dengan peresmian ini, Indonesia tidak hanya bergerak menuju kemandirian energi, tetapi juga menempatkan diri sebagai salah satu pusat kekuatan industri baterai kendaraan listrik global.