Dalam hiruk-pikuk kontestasi politik lokal, kita terkadang kembali dihadapkan pada pola lama yang semakin menggejala: politik yang kehilangan arah nilai.
Nama-nama bermunculan, baliho menjamur, kantor partai dipadati tamu tak henti — namun satu hal tetap langka terdengar dalam percakapan publik: ideologi politik.
Figur, modal, dan koneksi menjadi kata kunci. Bahkan, banyak yang dengan percaya diri lalu-lalang ke pusat kekuasaan demi mengantongi rekomendasi, meski sebagian modal itu pun hasil pinjaman atau rayuan ke pemilik kapital. Yang terjadi bukan pertarungan gagasan, tapi perang strategi transaksional. Padahal, di balik segala kerumitan politik elektoral, ideologi seharusnya menjadi penuntun moral dan arah perjuangan.
Mengapa Ideologi Penting?
Ideologi politik bukan sekadar istilah akademik, melainkan peta jalan. Ia adalah fondasi nilai yang membuat seorang pemimpin tidak sekadar berkuasa, tapi tahu ke mana akan membawa masyarakat. Pemimpin yang berlandaskan ideologi tidak hanya konsisten dalam pengambilan kebijakan, tetapi juga dapat membangun kepercayaan publik karena kejelasan sikap dan arah.
Seorang politisi yang berpijak pada prinsip keadilan sosial, misalnya, akan memperjuangkan distribusi pendidikan dan kesehatan yang merata. Sebaliknya, politisi yang liberal akan memprioritaskan deregulasi dan insentif bagi sektor usaha. Dua pendekatan berbeda, namun keduanya dapat dihormati jika jelas dan konsisten bukan berubah arah tergantung arah angin kekuasaan.
Kepemimpinan Bukan Hanya Soal Siapa, Tapi Mengapa dan Untuk Apa
Dalam konteks Pilkada, terlalu sering pemilih terjebak pada pertanyaan siapa yang akan menang, bukan apa visi yang ditawarkan. Padahal, pemilih yang sadar ideologi akan memilih berdasarkan kesesuaian nilai, bukan sekadar popularitas atau kelicinan kampanye. Ini bukan berarti rakyat harus hapal semua istilah ideologis, tetapi memiliki kepekaan terhadap arah politik yang dibawa oleh setiap calon.
Calon kepala daerah yang memiliki visi ideologis jelas akan lebih mudah membentuk tim yang solid, membangun koalisi berdasarkan nilai, dan menyusun program kerja yang tidak saling bertabrakan. Sebaliknya, kandidat tanpa ideologi mudah tergelincir dalam kompromi jangka pendek yang mengorbankan kepentingan jangka panjang masyarakat.
Membangun Demokrasi yang Bernilai
Ideologi yang sehat mempengaruhi narasi kampanye dan cara seorang calon membingkai persoalan. Bukan sekadar menebar janji kosong, tapi membangun gagasan yang menyentuh akar persoalan: ketimpangan, kemiskinan struktural, rusaknya lingkungan, atau hilangnya partisipasi warga dalam pembangunan.
Lebih dari itu, ideologi juga menjadi pelindung dari godaan populisme murahan. Di tengah arus politik uang dan pencitraan digital, hanya ideologi yang bisa menjaga seorang pemimpin tetap berpijak pada prinsip dan tidak mudah menjual arah perjuangannya untuk sekadar menang.
Mengembalikan Politik ke Akar Nilai
Politik lokal seharusnya menjadi ruang eksperimentasi demokrasi yang lebih sehat dan dekat dengan rakyat. Tapi hal itu tak mungkin tercapai jika kita terus meminggirkan ideologi dari percakapan politik. Saatnya calon pemimpin berani tampil dengan kejelasan nilai dan pemilih pun kritis dalam menilai bukan hanya siapa yang tampil, tapi juga apa yang diperjuangkan.
Tanpa ideologi, politik hanya jadi panggung, bukan perjuangan. Dan tanpa perjuangan nilai, kekuasaan hanyalah pangkat tanpa arah.