Purwakarta – Kritik terhadap kinerja Pemerintah Kabupaten Purwakarta, khususnya 100 hari kepemimpinan Bupati Purwakarta, kini semakin ramai diperbincangkan, khususnya di ruang digital.
Salah satu unggahan viral datang dari akun Instagram @urangpurwakarta.id yang menampilkan sederet komentar warga terkait kepemimpinan daerah. Respons publik pun beragam, namun dominan bernada kecewa dan menuntut perubahan nyata.
Salah satu komentar yang mendapat perhatian datang dari akun @ekawulanrizki. Ia menyuarakan keresahan yang dirasakan banyak warga.
“Sejauh ini belum ada gebrakan yang bikin GONG BANGET. PDAM masih gitu-gitu aja, jalan masih barolong, lampu jalan umum masih pareok, pengangguran loba keneh dan lain-lain.” tulisnya.
Nada serupa juga disampaikan oleh @mahakamaskr yang menilai belum ada langkah konkret dari pemerintah.
“Belum ada perubahan, masih banyak jalan rusak, banjir, PDAM gak selesai, tata kota masih gitu-gitu aja, pengangguran masih tinggi… banyak lah, belum ada gebrakan signifikan.” tulisnya dalam kolom komentar.
Bukan hanya soal infrastruktur, kritik juga diarahkan pada gaya kepemimpinan yang dianggap terlalu reaktif dan bersifat permukaan. Akun @ezapria menulis, “Mengaktifkan kembali Taman Sribaduga bukan capaian kinerja, masih jauh dari kata memuaskan. Terlebih akun Bupati jadi akun pasif yang sekedar posting-posting.”
Sindiran tajam pun tak terhindarkan, seperti yang dituliskan oleh @wikonurwanto. “Loba gimmick hungkul, loba masalah nu can kacabak.”
Sementara itu, isu pengangguran dan mafia tenaga kerja ikut mencuat sebagai keluhan utama publik. Akun @abu_uwais_assundawy menyampaikan harapannya.
“Masih nunggu gebrakan pengaturan buat pemberantasan calo lapangan pekerjaan. Tiap tahun banyak lulusan sekolah yang otomatis bakal jadi member pengangguran baru. Semoga secepatnya.” tulisnya.
Tak hanya warga, kalangan mahasiswa juga turut menyuarakan keresahan lewat surat terbuka kepada Bupati Purwakarta. Dalam surat tersebut, mahasiswa menagih janji pembangunan yang merata serta menuntut ruang partisipasi yang lebih besar bagi anak muda. Mereka menegaskan bahwa kritik bukanlah bentuk kebencian, melainkan ekspresi perhatian dan harapan.
Namun, di tengah derasnya kritik, tetap ada catatan positif yang layak diapresiasi. Pemkab Purwakarta berhasil meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI atas LKPD Tahun 2024. Di bawah kepemimpinan Bupati Saepul Bahri yang akrab disapa Om Zein predikat ini mencerminkan tata kelola keuangan yang dianggap transparan dan akuntabel.
Meski begitu, apresiasi administratif semacam ini belum mampu meredam kegelisahan warga di tingkat akar rumput. Akun @johan.sherpa menyinggung problem banjir yang tak kunjung terselesaikan, “Musim hujan masih banjir di area yg sama. Taman kota dibuka kembali sebatas promosi, belum substansi kota sehat.”
Sementara itu, realitas dunia kerja kembali disorot oleh akun @chenkite, “Calo-calo nu ngasupkeun gawe ka pabrik berantas atuh, ulah wacana hungkul… komo mun berkendara di malam hari duh!”
Dan komentar satir dari @anggitabudi09 menjadi penutup yang menggambarkan ironi suasana, “Gebrakannya ngosrek weh jeung ngosrek…”
Semua komentar ini menunjukkan bahwa masyarakat bukan sekadar mengeluh mereka sedang berharap. Mereka menginginkan pemimpin yang hadir secara nyata, tidak hanya dalam bentuk baliho dan unggahan media sosial. Kritik yang mereka sampaikan adalah bentuk kepedulian, bukan pembangkangan.
Terlebih, dari hasil akumulasi respons netizen yang dikeluarkan oleh unggahan akun Instagram Urang Purwakarta tersebut, disimpulkan mayoritas netizen memilih untuk tidak berkomentar, yakni hingga 40%.
“Sebanyak 40% netizen memberikan respon ‘Punten, No Comment!’ terhadap kinerja Bupati Purwakarta @omzein_bupatiaing dan Wakil Bupati @bangwabup selama 100 hari kerja semenjak pelantikan 20 Februari 2025 silam. Sisanya, 33% merasa ‘Gak Memuaskan’ dan 27% merasa puas atas kinerjanya.” tulis dalam keterangan, 1 Juni 2025.
Meski begitu, hingga momen 100 hari kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati Purwakarta ini, banyak menjadi sorotan. Bupati yang akrab disapa dengan panggilan Om Zein ini, belum melakukan respons atau tanggapan terkait hal tersebut.
Sebuah pesan yang diharapkan, pemimpin yang bijak tidak seharusnya alergi terhadap kritik, justru harus membuka diri untuk mendengarkan. Sebab, jika suara rakyat tak lagi terdengar, itu bukan karena masalah telah selesai, tapi karena harapan telah padam. Dan ketika harapan mati, maka yang tersisa hanyalah apatisme.
Pertanyaannya kini: Akankah kritik-kritik ini dijadikan bahan evaluasi, atau hanya lewat seperti angin lalu? Akankah masalah-masalah klasik ini kembali diwariskan ke tahun-tahun berikutnya tanpa solusi konkret? Jawabannya ada di langkah pemimpin ke depan.***