Kericuhan yang melibatkan puluhan ribu pencari kerja dalam gelaran job fair di Kabupaten Bekasi, Selasa (27/5), mendapat sorotan tajam dari kalangan legislatif. Insiden ini dianggap sebagai gambaran nyata dari kondisi ketenagakerjaan Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja.
Nurhadi, anggota Komisi IX DPR RI dari Partai NasDem, menilai bahwa peristiwa tersebut bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan mencerminkan krisis struktural ketenagakerjaan yang makin mendalam.
“Kejadian ini mencerminkan betapa mendesaknya kebutuhan masyarakat terhadap pekerjaan, sekaligus buruknya mekanisme teknis yang diterapkan panitia,” ujar Nurhadi dalam keterangannya yang dikutip pada Selasa, 3 Juni 2025.
Kericuhan berawal dari membludaknya ribuan pencari kerja yang memadati Gedung Convention Center Presiden University di Cikarang Utara. Mereka saling dorong, bahkan terlibat perkelahian, demi mendapatkan akses untuk memindai kode QR berisi informasi lowongan pekerjaan.
Kondisi semakin kacau karena kapasitas gedung tak sebanding dengan jumlah pengunjung. Beberapa peserta mengalami pingsan akibat berdesak-desakan dan harus dievakuasi ke unit gawat darurat.
Nurhadi menilai, kegagalan dalam perencanaan acara adalah akar utama dari kekacauan tersebut.
“Seharusnya, antisipasi terhadap lonjakan pengunjung, manajemen alur peserta, distribusi informasi digital, dan pemecahan titik lokasi acara sudah menjadi standar minimum dalam penyelenggaraan job fair berskala besar. Apalagi di tengah badai PHK seperti ini,” tegasnya.
Menurut Nurhadi, job fair seharusnya tidak dipandang sebagai agenda tahunan biasa. Acara ini mencerminkan urgensi persoalan pengangguran dan menjadi salah satu bentuk intervensi negara dalam menjawab kebutuhan rakyat.
“Lebih dari 25.000 pencari kerja memadati satu titik lokasi, insiden saling dorong hingga ada yang pingsan menjadi bukti bahwa sistem dan perencanaan acara belum sensitif terhadap realita di lapangan,” tuturnya prihatin.
Nurhadi juga menyoroti tanggung jawab sektor industri di wilayah Bekasi. Sebagai salah satu kawasan industri terbesar di Asia Tenggara, seharusnya korporasi berperan aktif dalam menyerap tenaga kerja lokal.
“Pemerintah harus memastikan ada regulasi yang mengikat dan mendorong keterlibatan aktif sektor industri dalam mengurangi angka pengangguran,” desak legislator tersebut.
Sebagai solusi konkret, ia mengusulkan agar penyelenggaraan job fair dilakukan secara terdistribusi di beberapa kecamatan dan zona industri. Pendekatan ini dinilai lebih efektif dan manusiawi, menghindari konsentrasi massa dalam satu titik.
Pemerintah, lanjutnya, harus melakukan perencanaan berbasis data dan menjunjung aspek kemanusiaan, sehingga pencari kerja tidak menjadi korban dari tata kelola yang buruk.
Di tengah gelombang PHK yang melanda berbagai sektor, antusiasme masyarakat terhadap job fair meningkat tajam. Lonjakan partisipasi ini pun berujung pada kekacauan jika tidak dikelola dengan cermat.
“Dengan angka pengangguran yang masih tinggi dan keresahan sosial yang mulai terlihat dalam bentuk kericuhan seperti ini, job fair ke depan tidak boleh lagi menjadi simbol kepanikan kolektif,” tegas Nurhadi.
Pesan penutup dari politisi Partai NasDem itu pun sangat jelas:
“Job fair harus menjadi jalan keluar nyata menuju pekerjaan yang layak, aman, dan bermartabat. Bukan cuma seremonial.”
***
















