Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Ma’ruf Cahyono, sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi pengadaan barang dan jasa di lingkungan MPR RI. Penetapan tersangka ini diumumkan pada Kamis, 3 Juli 2025 dan menjadi bagian dari proses penyidikan lanjutan atas kasus korupsi yang diduga terjadi selama masa jabatannya dari 2019 hingga 2021.
“Pada perkara ini KPK telah menetapkan tersangka dengan inisial MC selaku Sekjen MPR RI periode 2019 sampai dengan 2021,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan resmi kepada wartawan, Kamis pagi.
Menurut Budi, perkara ini bermula dari proses penyelidikan yang telah berlangsung sejak 2023 dan kini telah naik ke tahap penyidikan. Ma’ruf Cahyono diduga menerima gratifikasi dengan nilai sementara mencapai Rp 17 miliar. Angka ini masih bisa bertambah, mengingat KPK masih terus melakukan pendalaman terhadap bukti-bukti dan keterangan para saksi.
Pemeriksaan Saksi dan Pengembangan Kasus
Sejumlah saksi telah dipanggil dan diperiksa oleh penyidik KPK untuk mendalami aliran gratifikasi dan peran Ma’ruf Cahyono dalam proses pengadaan barang dan jasa. Pada Rabu (2/7/2025), KPK memeriksa seorang karyawan swasta bernama Jonathan Hartono, terkait investasi yang dilakukan oleh tersangka.
Selain itu, beberapa mantan pejabat Sekretariat Jenderal MPR juga telah diperiksa, termasuk:
- Kartika Indriati Sekarsari, pejabat pengadaan barang/jasa periode 2020–2023.
- Darojat Agung Sasmita Aji, anggota Pokja-UKPBJ tahun 2020.
- Cucu Riwayati, pejabat pengadaan barang/jasa pengiriman dan penggandaan 2020–2021.
- Fahmi Idris, anggota Pokja-UKPBJ tahun 2020.
- Dyastasita Widya Budi, PPK kegiatan biro persidangan dan sosialisasi 2020.
- Joni Jondriman, Kepala UKPBJ Setjen MPR tahun 2020.
Menurut KPK, pemeriksaan saksi-saksi ini menjadi bagian dari strategi pendalaman untuk memetakan struktur praktik gratifikasi yang terjadi dan memastikan tidak ada pihak yang luput dari pertanggungjawaban hukum.
Klarifikasi dari Pihak MPR
Menyusul pemberitaan dan penetapan tersangka, Sekretaris Jenderal MPR RI saat ini, Siti Fauziah, memberikan klarifikasi. Ia menegaskan bahwa kasus ini merupakan perkara lama dan tidak melibatkan unsur pimpinan MPR RI baik yang lama maupun yang saat ini menjabat.
“Perlu kami tegaskan bahwa kasus tersebut merupakan perkara lama yang terjadi pada masa 2019 sampai dengan 2021. Dalam hal ini, tidak ada keterlibatan pimpinan MPR RI karena perkara tersebut merupakan tanggung jawab administratif dan teknis dari sekretariat, dalam hal ini Sekretaris Jenderal MPR RI pada masa itu, yaitu Bapak Dr. Ma’ruf Cahyono,” ujar Siti, Sabtu, 21 Juni 2025.
Potensi Perkembangan dan Implikasi
KPK menyatakan bahwa angka gratifikasi senilai Rp 17 miliar yang telah terungkap belum bersifat final. Besaran tersebut masih dalam proses verifikasi lanjutan berdasarkan dokumen, keterangan saksi, dan jejak aliran dana.
“Jumlah penerimaan gratifikasinya tidak menutup kemungkinan bertambah seiring pendalaman atas keterangan para saksi serta alat bukti lainnya,” tambah Budi Prasetyo.
Kasus ini diperkirakan dapat merembet ke pihak-pihak lain yang turut menikmati keuntungan dari proyek pengadaan di MPR. KPK telah mengindikasikan bahwa jalur gratifikasi tersebut melibatkan proses manipulasi tender, penunjukan langsung, hingga kolusi antara oknum penyelenggara negara dan rekanan swasta.
Publik Menanti Langkah Tegas
Kasus yang menyeret nama besar mantan pejabat tinggi MPR RI ini menuai perhatian publik. Transparansi dan akuntabilitas dalam lembaga negara kembali dipertanyakan, terlebih kasus ini berkaitan langsung dengan institusi tinggi kenegaraan.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil antikorupsi seperti ICW dan MAKI turut mendorong KPK agar tidak hanya berhenti pada satu nama tersangka. Mereka mendesak adanya penyelidikan menyeluruh untuk membongkar jaringan sistemik dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan MPR dan lembaga negara lainnya.
“Kami menuntut KPK agar tidak berhenti pada individu. Harus dilihat apakah ada sistem pembiaran atau pola yang terjadi secara kolektif. Ini menyangkut integritas lembaga negara,” ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.
Hingga saat ini, KPK belum menjadwalkan penahanan terhadap Ma’ruf Cahyono. Namun penyidikan terus berlangsung intensif. Publik menanti langkah lanjutan dari lembaga antirasuah untuk memastikan kasus ini tidak menjadi “hilang di tengah jalan” seperti sejumlah kasus korupsi besar lainnya.