Melintasi Jalan Nasional Padalarang–Citatah di Kabupaten Bandung Barat, pemandangan tebing karst yang menjulang seolah menjadi latar abadi di antara debu tambang dan deru truk pengangkut batu. Selama lebih dari lima dekade, kawasan ini menjadi ruang tarik-menarik antara eksploitasi dan upaya pelestarian. Di tengah gugusan karst yang kian tergerus, Tebing Citatah 125 tetap berdiri sebagai simbol perlawanan, sejarah, dan rumah besar komunitas panjat tebing Indonesia.
Bertepatan dengan gelaran Indonesia Climbing Festival 2025 pada 15–16 November 2025, Eiger Adventure hadir di Citatah 125 bukan hanya untuk merayakan festival, tetapi membawa kontribusi nyata untuk merawat tebing yang menjadi saksi lahirnya olahraga panjat tebing tanah air.
Mamay S. Salim, Senior Advisor Eiger sekaligus salah satu pendiri Federasi Panjat Tebing Indonesia, menegaskan bahwa Citatah 125 adalah ruang pembentukan karakter yang tak tergantikan.
“Tebing Citatah 125 adalah tempat kami jatuh, bangkit, dan tumbuh. Bagi Eiger Citatah adalah ruang belajar, ruang membangun karakter, ruang budaya. Banyak perjalanan Eiger dalam dunia panjat tebing dimulai dari tebing-tebing ini—bersama orang-orang yang menjaganya dengan cinta dan keteguhan,” ujarnya saat membuka festival.
Sebagai bentuk dukungan, Eiger meresmikan sejumlah fasilitas baru yang dibangun untuk mendukung komunitas panjat.
Mulai dari penataan pelataran untuk pemondokan dan tenda, pemasangan lampu penerangan, pembangunan toilet, optimalisasi jalur air bersih, penyediaan toren, papan signage di beberapa akses masuk, hingga pembangunan Climber’s Hall sebagai ruang teduh bagi para pemanjat.
Mamay menyebut langkah ini sebagai penghormatan bagi para pelopor dan masyarakat lokal.
“Semoga kontribusi ini menjadi tanda hormat bagi para pelopor yang sudah membuka jalan, untuk para masyarakat desa yang telah merawat dan menjaga tebing ini tetap lestari, dan komunitas panjat yang menjadikannya tetap hidup,” katanya dikutip keterangan yang dirilis Humas Jabar.
Namun, semangat perayaan ini tak menutupi kegelisahan. Banyak bukit karst di sekitar Citatah 124 kini ditambang dan perlahan hilang. Dalam sesi diskusi festival, Hasan Kholilurrachman dari National Geographic Indonesia menyampaikan bahwa kawasan Citatah sudah memasuki era antroposen.
“Karst Citatah berperan penting menjaga cadangan air dan keseimbangan ekosistem. Namun kini, bukit-bukit di sekitarnya perlahan hilang. Merawat Citatah 125 adalah cara kita membangun kesadaran bahwa bumi tak perlu lagi dikorbankan,” ucapnya.
Harapan besar pun disuarakan: memastikan ekosistem panjat tebing tumbuh secara aman, inklusif, dan berkelanjutan—serta memastikan Citatah tetap utuh untuk generasi selanjutnya.
Selama dua hari, Indonesia Climbing Festival 2025 mengusung tema “Climb, Connect, Celebrate.” Festival ini menjadi ruang temu bagi seluruh kalangan, dari atlet profesional hingga pemula yang ingin mencicipi sensasi panjat pertama mereka.
Ketua FPTI Jawa Barat, Djati Pranoto, menyebut festival ini sebagai momentum memperkuat solidaritas komunitas panjat.
“Festival ini adalah ruang untuk menunjukkan keterampilan, menjalin silaturahmi, dan membangun jaringan panjat yang solid. Tempat untuk merayakan setiap pencapaian dan kebersamaan kita sebagai keluarga panjat Indonesia,” tutupnya.
Dari langkah-langkah kecil yang digerakkan komunitas, Citatah 125 tetap berdiri sebagai simbol bahwa tempat-tempat penting dalam sejarah olahraga—dan sejarah alam—hanya akan bertahan bila terus diperjuangkan bersama.
















