Jawa Barat – Fenomena kenakalan remaja di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, kini tak lagi dapat dipandang sebagai perilaku menyimpang biasa.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi atau yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM) menegaskan bahwa bentuk-bentuk kenakalan remaja yang muncul dewasa ini telah berkembang menjadi sebuah sistem sosial yang terstruktur, terorganisir, dan dijalankan secara masif.
Dalam pernyataannya, KDM menyebut bahwa kemunculan gangster remaja bukan sekadar luapan emosi sesaat atau kenakalan masa muda, melainkan bagian dari jaringan yang memiliki pola rekrutmen, pelatihan, bahkan struktur komando tersendiri.
“Ini bukan lagi kenakalan biasa. Ini sudah menjadi sistem yang terkelola, terencana, dan terprogram,” tegasnya kepada wartawan, 6 Mei 2025.
Dua jalur utama menjadi pintu masuk utama pengaruh negatif terhadap remaja: fanatisme kelompok yang tumbuh di lingkungan sekolah dan paparan konten kekerasan yang terus mengalir melalui media sosial.
KDM menilai, proses ini berlangsung secara terkoordinasi, bahkan dengan kesadaran terhadap celah hukum yang melindungi anak di bawah umur dari jerat pidana berat.
Lebih parah lagi, keterbatasan fasilitas pembinaan anak di berbagai kabupaten/kota menyebabkan aparat kesulitan menindak pelaku secara tegas.
Banyak dari mereka hanya mengalami penahanan sementara dan dikembalikan ke rumah tanpa proses rehabilitasi yang layak. Mekanisme penyelesaian kekeluargaan pun dinilai tidak efektif, bahkan memperburuk situasi.
“Anak-anak yang berkelahi hanya dihukum fisik ringan seperti jalan jongkok, lalu pulang dan kembali menjadi gangster,” ujar KDM.
Untuk itu, ia mengusulkan langkah-langkah strategis yang menempatkan fenomena ini dalam konteks ketahanan nasional. Di antaranya adalah pendisiplinan remaja melalui pelatihan militer, pembubaran organisasi gangster remaja, serta penguatan tim siber yang bertugas memutus jaringan digital mereka.
“Tim siber harus bisa mendeteksi dan mematikan sistem media sosial yang mereka gunakan untuk membangun jaringan,” tambahnya.
KDM juga mengaitkan fenomena ini dengan aktivitas bisnis ilegal yang turut memanfaatkan remaja dan media sosial untuk ekspansi jaringan.
Hal ini, menurutnya, menunjukkan bahwa kenakalan remaja sudah menjadi bagian dari ancaman sistemik terhadap masa depan Indonesia.
“Ini bukan semata persoalan sosial, tapi bagian dari ancaman serius terhadap ketahanan bangsa. Kita perlu bergerak bersama dengan pendekatan yang komprehensif dan tegas,” tutupnya.***