Hubungan antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan DPRD Jawa Barat kian meruncing. Dalam rapat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda),
Fraksi NasDem mengungkapkan kekecewaannya atas sikap Gubernur Jabar yang dinilai abai terhadap DPRD.
Salah satu yang bersuara lantang adalah anggota DPRD Jawa Barat tiga periode, Tia Fitriani. Politisi NasDem asal Kabupaten Subang itu mengibaratkan kondisi hubungan eksekutif dan legislatif seperti pasangan suami istri (pasutri) yang sedang bertengkar.
“Izin pimpinan, Tia Fitriani dari Fraksi NasDem. Sejauh ini, Pak Wagub yang hadir di sini. Terus terang, kalau kita ibaratkan suami istri, kayaknya kita ini enggak baik-baik saja,” ucap Tia dalam forum resmi DPRD.
Pernyataan ini muncul pasca-aksi walk out yang dilakukan anggota Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) pada rapat paripurna di Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat, 16 Mei 2025. Dalam kesempatan tersebut, Tia menyampaikan bahwa hubungan antara anggota dewan dan Gubernur Dedi Mulyadi tidak berjalan harmonis.
“Terus terang, kalau ibarat kita suami istri, kita tidak baik-baik saja, karena komunikasi tidak lancar,” ujar Tia sebelum rapat dimulai.
Ia mengaku, selama tiga periode menjadi anggota DPRD, baru kali ini merasakan komunikasi antara eksekutif dan legislatif benar-benar tersumbat. Hal ini menyulitkannya dalam menjalankan tugas menyampaikan aspirasi masyarakat dari daerah pemilihannya.
“Bahkan baru pertama kali selama periode ketiga saya ini baru merasakan tidak ada hubungan yang harmonis sehingga kami ini sulit menginformasikan keadaan di dapil,” katanya.
Tia pun meminta agar DPRD secara resmi memanggil Gubernur Dedi Mulyadi untuk hadir langsung ke Gedung DPRD. Ia menolak jika pertemuan justru dilakukan di tempat pribadi Gubernur.
“Jadi mohon bisa difasilitasi bertemu Gubernur, tapi jangan juga kami harus mendatangi rumah beliau. Kita bertemu di sini saja, di lembaga DPRD, Gedung DPRD, rumah aspirasi, tempat kita disumpah untuk memperjuangkan aspirasi,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa pertemuan tersebut jangan hanya melibatkan unsur pimpinan DPRD saja, tetapi seluruh anggota dewan.
“Mohon pimpinan difasilitasi, jangan sampai (yang bertemu) unsur pimpinan saja. Karena kalau unsur pimpinan saja kami tidak bisa menyuarakan,” imbuhnya.
Pernyataan Tia Fitriani ini menjadi sorotan dan menambah daftar panjang kritik terhadap kepemimpinan Dedi Mulyadi, yang dinilai mulai renggang hubungannya dengan legislatif. Ketegangan antara eksekutif dan legislatif dikhawatirkan akan berdampak pada efektivitas penyusunan kebijakan strategis di sisa masa jabatan pemerintahan saat ini.