Tenang, ini bukan nama tokoh anime atau robot canggih, kok! Hidrometeorologi adalah ilmu yang membahas hubungan antara cuaca dan air.
KBBI bilang, hidrometeorologi itu cabang meteorologi yang nyambung sama hidrologi, misalnya soal banjir, irigasi, tenaga air, sampai hidroelektrik.
Singkatnya, ilmu ini jadi biang utama kalau kita mau ngobrolin kenapa hujan deras bisa bikin banjir, atau kenapa musim kemarau panjang bikin sawah jadi retak-retak kayak hati yang ditinggal pas lagi sayang-sayangnya.
Di Indonesia, bencana hidrometeorologi sudah kayak langganan tahunan. Menurut data BNPB, pada periode 2019 tercatat bahwa 98 persen bencana yang terjadi di negeri ini berhubungan sama fenomena cuaca atau yang disebut bencana hidrometeorologi .
Bayangin, dari 100 kejadian bencana, cuma 2 yang nggak berhubungan dengan cuaca. Sisanya? Pesta pora banjir, longsor, angin puting beliung, dan teman-temannya.
Contoh Bencana Hidrometeorologi
Biar makin paham, yuk kenali beberapa contoh bencana hidrometeorologi yang sering terjadi:
1. Curah Hujan Ekstrem
Curah hujan yang tinggi bisa jadi berkah, tapi kalau berlebihan? Bisa bikin banjir! Hujan ekstrem biasanya terjadi karena awan cumulonimbus yang berkembang pesat. Nggak cuma bikin basah, hujan ini juga bisa datang bareng angin kencang dan hujan es.
2. Angin Kencang
Angin yang kecepatannya lebih dari 27,8 km/jam ini sering muncul saat ada perbedaan tekanan udara. Kalau datang tiba-tiba, bisa bikin pohon tumbang atau genteng rumah melayang. Makanya, kalau angin lagi kencang, jangan parkir motor di bawah pohon ya!
3. Puting Beliung
Ini dia angin yang muter-muter kayak gasing. Kecepatannya bisa lebih dari 63 km/jam dalam waktu singkat. Biasanya terjadi sore hari di musim pancaroba. Kalau lihat angin berputar di kejauhan, mending langsung cari tempat aman, jangan malah penasaran buat ngerekam!
4. Banjir
Kebanyakan air itu nggak baik, contohnya banjir. Air yang harusnya meresap ke tanah malah numpuk di permukaan gara-gara lahan resapan berkurang. Ditambah sampah yang menyumbat saluran air, makin kacau deh!
5. Longsor
Tanah yang udah lelah nahan air akhirnya ambruk. Biasanya terjadi di daerah berbukit atau pegunungan. Kalau musim hujan, hati-hati buat yang tinggal di daerah rawan longsor!
6. Kekeringan
Kalau hujan terlalu sedikit, tanah malah retak-retak. Air sumur surut, sawah gagal panen, dan kita jadi rebutan air bersih. Makanya, penting buat hemat air, terutama pas musim kemarau panjang.
7. Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla)
Musim kemarau panjang plus kelakuan manusia yang suka bakar lahan sembarangan = kebakaran hutan. Dampaknya? Asap tebal, polusi udara meningkat, dan ekosistem terganggu.
8. Kualitas Udara Buruk
Asap dari kebakaran hutan, polusi kendaraan, dan emisi industri bisa bikin udara penuh partikel berbahaya. Kalau indeks kualitas udara jelek, bisa bikin mata perih, batuk-batuk, bahkan gangguan pernapasan serius.
Kenapa Bisa Jadi Bencana?
Sebenernya, air dan angin itu nggak jahat. Mereka cuma menjalankan tugasnya. Yang bikin masalah itu kita, manusia, yang kadang suka bandel sama alam. Misalnya:
- Hutan ditebang terus, tanah jadi nggak bisa nyerap air. Alhasil, hujan sebentar aja langsung jadi banjir.
- Kota makin padat, tapi daerah resapan air dikorbankan buat bangunan. Begitu hujan, air nggak tahu harus ke mana. Akhirnya numpuk di jalanan.
- Sampah dibuang sembarangan, selokan mampet. Terus, kalau banjir, malah nyalahin hujan.
- Eksploitasi sumber daya air kelewatan. Waduk dan sungai mengering, terus pas musim kemarau kita panik cari air.
Jadi, sebenernya bencana hidrometeorologi itu nggak melulu karena alam. Banyak juga karena kelakuan manusia sendiri. Kalau kita lebih peduli sama lingkungan, dampaknya bisa diminimalisir, lho!
Modifikasi Cuaca: Solusi atau Sulap?
Pernah denger istilah Operasi Modifikasi Cuaca (OMC)? Ini bukan sihir, tapi teknologi keren buat ngatur intensitas hujan biar lebih terkendali. Nggak berarti kita bisa bikin langit selalu cerah pas ada konser idola atau ujan pas mau tidur siang, tapi paling nggak, ini bisa membantu ngurangi risiko bencana.
Jadi, gimana caranya? Tim ahli dari BPBD, BMKG, dan TNI-AU naik pesawat, terus mereka nyebar garam (NaCl) ke awan yang berpotensi hujan. Tujuannya supaya partikel air di awan lebih cepat gabung dan jatuh lebih awal di tempat yang lebih aman.
Contohnya, pada 14 Maret 2025, Tim Gabungan dari BPBD Provinsi Jawa Barat dan Kedeputian Modifikasi Cuaca BMKG, bertolak dari Bandara Husein Sastranegara menggunakan Pesawat CASA NC212-200 yang dikemudikan para pilot dari TNI-AU.
Pesawat itu juga membawa bahan semai NaCl untuk operasi modifikasi cuaca dengan target pertumbuhan awan yang diarahkan oleh BMKG. Tujuan dari Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) ini adalah untuk menurunkan intensitas hujan lebat sehingga sesuai dengan daya tampung lingkungan dan mengurangi dampak bencana hidrometeorologi.
Dilansir dari keterangan yang diunggah melalui akun Instagram BPBD Jawa Barat, “kegiatan dari Posko Operasi Modifikasi Cuaca Dalam Rangka Mitigasi Bencana Hidrometeorologi di Lanud Husein Sastranegara ini dilakukan serentak dengan Posko Halim Perdanakusuma yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta mulai 11-20 Maret 2025. Kegiatan ini juga didampingi oleh tim dari Kedeputian Kedaruratan BNPB.” tulis dalam keterangan.
Cara Kerja OMC Singkatnya:
- Pantau cuaca dulu dong! BMKG ngecek kondisi awan, kelembapan, dan kecepatan angin.
- Pesawat siap terbang! Tim dari TNI-AU dan BPBD naik pesawat dan siap tabur garam.
- Tabur garam di awan! Partikel garam membantu air di awan cepat bersatu dan jatuh lebih cepat.
- Hujan turun di tempat yang lebih aman. Banjir bisa dikurangi, longsor bisa dicegah.
Sekeren apa pun teknologi modifikasi cuaca, kalau kita masih abai sama lingkungan, bencana tetap bakal datang. Jadi, selain berharap pada teknologi, kita juga harus mulai berubah.
Kita bisa mulai dari hal-hal simpel seperti tidak membuang sampah sembarangan agar selokan tetap lancar, menjaga pohon dan hutan supaya air bisa terserap dengan baik, menggunakan air secara bijak karena air bersih makin langka, serta membangun kota yang lebih ramah lingkungan dengan perencanaan yang baik agar risiko bencana bisa diminimalisir. Selain itu, edukasi sejak dini juga penting, karena dengan memahami mitigasi bencana, kita nggak gampang panik saat menghadapi cuaca ekstrem.
Jadi, intinya kita nggak bisa ngandelin teknologi doang. Modifikasi cuaca bisa membantu, tapi kesadaran manusia tetap nomor satu. Yuk, mulai peduli sama lingkungan biar kita nggak kebanjiran masalah di masa depan!
***