Di tengah maraknya aplikasi kencan dan perubahan pola hubungan di era modern, pertanyaan tentang apakah monogami adalah sifat alamiah manusia atau sebuah konstruksi sosial semakin relevan.
Liputan BBC News Indonesia memberikan gambaran menarik dengan mengangkat kisah nyata dan kajian ilmiah yang memperlihatkan kompleksitas hubungan manusia dari perspektif evolusi, biologi, hingga budaya.
Kisah Alina: Menyoal Monogami Lewat Poliamori
Alina, seorang perempuan asal Rumania yang kini tinggal di London, menjadi salah satu contoh nyata dari pergeseran pandangan terhadap monogami. Baru-baru ini, ia bereksperimen dengan poliamori, yakni menjalani hubungan intim dengan beberapa orang sekaligus dengan sepengetahuan dan persetujuan penuh dari semua pihak yang terlibat.
“Saya bertemu dengan seseorang yang sedari dulu menjalankan poliamori,” ujarnya. “Saya jadi ingin tahu: mengapa kita sebagai masyarakat memutuskan untuk menganut monogami?” Pertanyaan Alina mencerminkan keresahan banyak orang di era modern yang mulai mempertanyakan norma-norma tradisional dalam hubungan.
Evolusi dan Strategi Bertahan Hidup
Secara evolusi, manusia purba awalnya kemungkinan besar menjalani sistem perkawinan multi-jantan dan multi-betina, mirip dengan kera bonobo yang kawin dengan banyak pejantan untuk mengaburkan garis keturunan dan melindungi anak-anak mereka dari ancaman pejantan lain.
Namun, sekitar dua juta tahun lalu, perubahan iklim di Afrika Sub-Sahara memaksa manusia purba hidup dalam kelompok besar demi perlindungan dari predator. Otak manusia berkembang lebih besar, sehingga periode menyusui menjadi lebih panjang dan membutuhkan dukungan dari pejantan tertentu.
Dalam konteks ini, monogami muncul sebagai strategi bertahan hidup, memungkinkan betina mendapatkan bantuan dari satu pejantan untuk membesarkan anak-anaknya. Namun, ini bukan berarti monogami adalah pilihan terbaik secara mutlak, melainkan pilihan yang paling memungkinkan untuk kelangsungan keturunan manusia purba.
Tantangan Monogami dalam Praktik
Meskipun monogami telah menjadi norma sosial di banyak budaya, kenyataannya manusia sering mengalami kesulitan mempertahankan kesetiaan. Dalam kelompok besar dengan banyak jantan dan betina, pengawasan terhadap pasangan menjadi sulit, berbeda dengan beberapa spesies monogami yang hidup dalam kelompok kecil dan mudah mengontrol pasangan mereka.
Dari perspektif biologi, hormon oksitosin yang dilepaskan saat sentuhan dan kedekatan membantu membentuk ikatan emosional. Namun, dopamin yang memicu gairah di awal hubungan cenderung menurun seiring waktu, sehingga menimbulkan tantangan dalam mempertahankan komitmen jangka panjang.
Keberagaman Budaya dan Pola Hubungan
Budaya manusia menunjukkan keberagaman pola hubungan. Antropolog mendokumentasikan kasus poliandri (satu perempuan dengan banyak suami) di berbagai komunitas di Asia dan Afrika, meskipun lebih jarang dibanding poligini (satu laki-laki dengan banyak istri). Pola ini sering didasari alasan ekonomi dan sosial, seperti kebutuhan perempuan untuk memiliki beberapa suami sebagai rencana cadangan.
Selain itu, poliamori modern menawarkan kebebasan emosional dan fleksibilitas ekonomi, namun membutuhkan komunikasi terbuka dan energi emosional yang besar. Alina mengakui bahwa kecemburuan adalah tantangan utama, namun bisa diatasi dengan kejujuran dan komunikasi mendalam. Ia dan pasangannya merasa bahwa meskipun melelahkan, usaha tersebut sepadan karena hubungan menjadi lebih kuat dan jujur.
Fleksibilitas Manusia dalam Menjalin Hubungan
Monogami bukanlah sifat dasar manusia yang mutlak, melainkan sebuah strategi evolusi dan sosial yang berkembang sesuai kebutuhan dan kondisi lingkungan. Manusia memiliki fleksibilitas untuk menjalani berbagai bentuk hubungan, tergantung pada konteks budaya, sosial, dan pribadi masing-masing.
Baik monogami maupun non-monogami memiliki kelebihan dan tantangan tersendiri. Pilihan terbaik adalah yang sesuai dengan nilai, kebutuhan, dan kebahagiaan individu. Dengan memahami konteks biologis, psikologis, dan budaya, kita dapat lebih bijak dalam melihat dan menjalani hubungan serta menghargai keberagaman cara manusia mencintai dan berkomitmen di dunia modern.
Artikel ini mengacu pada liputan BBC News Indonesia dan berbagai kajian ilmiah terkait evolusi perilaku manusia, biologi hubungan, serta fenomena poliamori dan monogami di masyarakat kontemporer.