Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita uang senilai Rp1.374.892.735.527,46 (Rp1,37 triliun) sebagai bagian dari penanganan kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya. Uang tersebut dititipkan oleh enam dari dua belas perusahaan yang tergabung dalam dua grup besar: Grup Musim Mas dan Grup Permata Hijau.
Penyitaan ini diumumkan dalam konferensi pers di Gedung Bundar Jampidsus, Kejagung, Jakarta, Rabu 2 Juli 2025. Direktur Penuntutan Jampidsus, Sutikno, mengungkapkan bahwa kasus ini melibatkan 12 terdakwa korporasi yang sebelumnya divonis lepas dari segala tuntutan hukum oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
“Seperti yang diketahui bersama, ke-12 terdakwa tersebut telah diputus oleh hakim dengan putusan lepas dari segala tuntutan hukum sehingga penuntut umum melakukan upaya hukum kasasi,” jelas Sutikno kepada wartawan.
Penyitaan dilakukan setelah adanya penitipan uang pengganti dari enam perusahaan, yakni satu dari Grup Musim Mas dan lima dari Grup Permata Hijau. Dana yang telah dititipkan berjumlah total Rp1,37 triliun dan kini telah disita setelah mendapatkan penetapan izin dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Rincian Dana dan Kerugian Negara
Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta laporan kajian Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, total kerugian negara akibat perkara ini mencapai Rp5,8 triliun lebih. Kerugian tersebut mencakup kerugian keuangan negara, keuntungan ilegal, dan dampak kerugian terhadap perekonomian nasional.
- Grup Musim Mas – Kerugian: Rp4,89 Triliun
- PT Musim Mas: Rp1,43 triliun
- PT Intibenua Perkasatama: Rp3,19 triliun
- PT Mikie Oleo Nabati Industri: Rp5,2 miliar
- PT Agro Makmur Raya: Rp27,23 miliar
- PT Musim Mas Fuji: Rp14 miliar
- PT Megasurya Mas: Rp31,4 miliar
- PT Wira Inno Mas: Rp186,6 miliar
Penitipan uang dari PT Musim Mas sendiri mencapai Rp1.188.461.774.666.
- Grup Permata Hijau – Kerugian: Rp937,55 Miliar
- PT Nagamas Palm Oil Lestari: Rp381,94 miliar
- PT Pelita Agung Agri Industri: Rp207,43 miliar
- PT Nubika Jaya: Rp13,7 miliar
- PT Permata Hijau Palm Oleo: Rp325,4 miliar
- PT Permata Hijau Sawit: Rp9 miliar
Dari lima perusahaan ini, total penitipan dana sebesar Rp186.430.960.865,26.
Penyitaan untuk Kepentingan Pemeriksaan Kasasi
Sutikno menjelaskan bahwa penyitaan dilakukan untuk mendukung proses hukum yang masih berjalan di tingkat kasasi. Uang hasil penitipan kini berada dalam Rekening Penampungan Lainnya (RPL) Jampidsus pada Bank BRI dan akan dimasukkan ke dalam tambahan memori kasasi.
“Sehingga keberadaannya dapat dipertimbangkan oleh Hakim Agung yang memeriksa kasasi, khususnya terkait sejumlah uang tersebut dikompensasikan untuk membayar seluruh kerugian negara,” jelasnya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menegaskan bahwa tindakan ini merupakan bentuk konkret komitmen kejaksaan untuk tidak hanya menghukum pelaku, tetapi juga memulihkan kerugian negara.
“Kami tegaskan bahwa ini merupakan langkah dalam rangka memulihkan keuangan negara. Tidak hanya penindakan, tetapi pemulihan menjadi bagian penting dalam pemberantasan korupsi,” kata Harli.
Ia juga menyebut bahwa penyitaan ini meskipun tidak dilakukan saat penyidikan, tetap sah dilakukan karena ditemukan pada tahap persidangan. Ini sejalan dengan upaya kejaksaan memperbaiki tata kelola dan memastikan keadilan substantif tetap dijalankan.
Meskipun pengadilan tingkat pertama memutus lepas, proses hukum belum berakhir. Kasasi masih berjalan dan Kejagung menunjukkan langkah progresif dengan menguatkan posisi mereka melalui penyitaan uang yang diduga hasil korupsi.
Langkah ini juga menjadi preseden penting bahwa institusi penegak hukum serius menangani kasus korupsi di sektor strategis seperti kelapa sawit, yang selama ini dikenal rawan penyimpangan karena nilai ekonominya yang sangat besar.